Pengkhotbah 8:10 - Keadilan di Tengah Kekacauan

"Juga aku melihat orang fasik dikuburkan dan dibawa masuk ke tempat peristirahatan mereka, padahal orang-orang yang berbuat benar dibiarkan pergi dari tempat kudus dan dilupakan di kota itu. Hal ini pun kesia-siaan."

??

Firman Tuhan dalam Pengkhotbah 8:10 seringkali membingungkan sekaligus menyentuh hati banyak orang. Ayat ini menggambarkan sebuah realitas yang kontras: orang-orang fasik, yang sepanjang hidupnya mungkin melakukan kejahatan dan menindas, justru mendapatkan penghormatan terakhir saat dikuburkan, sementara orang-orang benar yang setia dan taat seringkali tidak mendapatkan pengakuan yang layak, bahkan dilupakan begitu saja setelah meninggalkan tempat ibadah. Gambaran ini terasa seperti sebuah ketidakadilan yang nyata di dunia.

Dalam konteks kuno, penguburan yang layak dan kehormatan di masyarakat adalah tanda kemakmuran dan keberuntungan. Sebaliknya, dikuburkan tanpa cela atau bahkan dilupakan adalah pertanda kesialan. Salomo, sang penulis Pengkhotbah, dengan tajam mengamati fenomena ini dan menyebutnya sebagai "kesia-siaan". Ia menyaksikan bahwa dalam pandangan duniawi, ukuran kesuksesan dan keadilan seringkali terbalik. Kebaikan tidak selalu berbuah penghargaan, dan kejahatan tidak selalu berujung pada hukuman yang terlihat di muka bumi.

Namun, penting untuk memahami bahwa pengamatan Salomo bukanlah penolakan terhadap keadilan ilahi. Sebaliknya, ini adalah peringatan agar kita tidak hanya mengukur kebenaran dan keadilan berdasarkan apa yang terlihat di dunia. Pengkhotbah 8:10 mengajak kita untuk melihat lebih dalam dari sekadar penampilan luar. Kehidupan duniawi, dengan segala ketidaksempurnaannya, bukanlah akhir dari segalanya. Ada penghakiman yang lebih besar dan kekal yang menanti.

Bagi orang yang percaya, ayat ini seharusnya tidak menimbulkan keputusasaan. Justru sebaliknya, ini mendorong kita untuk menaruh harapan kita pada Tuhan, bukan pada pengakuan manusia. Keadilan sejati tidak diukur oleh status sosial, kekayaan, atau bahkan upacara pemakaman yang megah. Keadilan sejati terletak pada hubungan kita dengan Tuhan, kesetiaan kita kepada-Nya, dan kehidupan yang dijalani sesuai dengan kehendak-Nya.

Pengkhotbah 8:10 mengingatkan kita bahwa meskipun dunia ini mungkin tampak kacau dan keadilan seringkali terabaikan, Tuhan tetap berdaulat. Dia melihat hati. Dia mengetahui setiap perbuatan baik yang tersembunyi, setiap pengorbanan yang tak terlihat. Pada akhirnya, Dia akan menegakkan keadilan yang sempurna. Oleh karena itu, mari kita fokus pada melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan, dengan keyakinan bahwa Dia adalah Hakim yang adil dan Dia akan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Pencarian keadilan duniawi mungkin penuh dengan kekecewaan, namun harapan kita dalam keadilan ilahi tidak akan pernah sia-sia.