"Jikalau demikian, apakah yang akan dikatakan orang kelak? Bahwa kita harus berbuat jahat, supaya kebaikan bertambah banyak? Celakalah orang-orang yang berpendapat demikian!"
Ayat Roma 2:22 ini seringkali menjadi titik renungan mendalam mengenai etika dan moralitas dalam kehidupan beriman. Rasul Paulus secara tegas menolak gagasan bahwa kejahatan dapat dibenarkan demi tercapainya kebaikan yang lebih besar. Frasa kunci, "kekudusan yang sejati" atau "kebaikan yang bertambah banyak," merujuk pada buah dari Roh Kudus yang seharusnya terpancar dari kehidupan orang percaya. Namun, ajaran Paulus dalam pasal ini justru menekankan tentang pentingnya integritas dan kejujuran, bahkan ketika dihadapkan pada situasi yang sulit.
Penting untuk memahami konteks dari Roma 2:22. Paulus sedang membahas mengenai standar moral yang melekat pada hati manusia, bahkan sebelum hukum Taurat diberikan. Ia berbicara tentang bagaimana umat manusia, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, memiliki kesadaran akan apa yang benar dan salah. Namun, seringkali kesadaran ini tidak diikuti oleh tindakan yang sesuai. Ayat ini muncul sebagai respons terhadap potensi kesalahpahaman: bukankah karena kasih karunia Allah, kita dibebaskan dari hukuman dosa? Apakah ini berarti kita bisa hidup sembarangan?
Paulus dengan keras menjawab, "Celakalah orang-orang yang berpendapat demikian!" Ini bukan sekadar peringatan, tetapi sebuah deklarasi bahwa pembenaran diri dengan melakukan kejahatan adalah sebuah kesesatan yang membawa kehancuran. Kebaikan sejati tidak dapat lahir dari akar kejahatan. Sebaliknya, kebaikan sejati adalah buah dari pertobatan, penyerahan diri kepada Tuhan, dan hidup dalam tuntunan Roh Kudus. Ayat Roma 2 22 mengajarkan bahwa tujuan akhirnya adalah kekudusan, bukan sekadar pencapaian hasil yang dianggap baik secara duniawi.
Dalam kehidupan modern, godaan untuk menempuh jalan pintas seringkali muncul. Kita mungkin tergoda untuk berbohong demi menutupi kesalahan, atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain demi keuntungan pribadi, dengan dalih bahwa "pada akhirnya semua akan baik-baik saja." Namun, firman Tuhan mengingatkan kita bahwa cara untuk mencapai kebaikan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan kekudusan. Kebaikan yang datang dari Allah selalu membawa dampak yang positif dan bertahan lama, tanpa perlu mengorbankan integritas.
Integritas adalah fondasi dari kekudusan yang sejati. Ini berarti keselarasan antara perkataan, pikiran, dan perbuatan kita. Hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan akan selalu mencari jalan yang benar, bahkan ketika jalan itu sulit. Roma 2 22 mengingatkan kita untuk terus menguji motivasi di balik setiap tindakan kita. Apakah kita benar-benar mencari kebaikan, atau sekadar mencari keuntungan pribadi dengan cara yang salah? Pertanyaan ini relevan bagi setiap orang yang mengaku mengikuti Kristus.
Kekudusan bukanlah sesuatu yang bisa kita raih dengan usaha sendiri melalui perbuatan baik semata. Kekudusan adalah buah anugerah Allah yang mengubah hati kita dari dalam. Namun, perubahan itu harus terlihat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ayat Roma 2 22 menekankan bahwa kita tidak boleh memutarbalikkan anugerah Allah menjadi lisensi untuk berbuat dosa. Sebaliknya, kasih karunia-Nya memampukan kita untuk hidup dalam kekudusan yang tulus dan tak bercacat. Mari kita renungkan makna ayat ini dalam setiap langkah kehidupan kita, agar kita tidak terjerumus dalam jebakan pemikiran yang keliru, melainkan terus bertumbuh dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati.