Ulangan 16:14

"Selama perayaan tujuh hari engkau harus bersukaria, engkau, anakmu laki-laki dan perempuanmu, hambamu laki-laki dan perempuanmu, orang Lewi, orang asing, yatim dan janda yang ada di dalam kotamumu."
Ikon simbol yang melambangkan perayaan dan komunitas

Ayat Ulangan 16:14 adalah pengingat yang indah mengenai sukacita dan perayaan yang diperintahkan oleh Tuhan dalam konteks hukum Taurat. Perintah ini datang pada saat bangsa Israel merayakan Hari Raya Tujuh Hari, yang diyakini sebagai perayaan Hari Raya Pondok Daun (Sukkot), meskipun konteksnya bisa juga merujuk pada perayaan lain yang melibatkan periode tujuh hari. Inti dari perayaan ini bukan sekadar kewajiban ritual semata, tetapi sebuah ekspresi syukur dan kegembiraan atas berkat-berkat yang telah Tuhan limpahkan.

Yang menarik dari ayat ini adalah cakupan keterlibatan di dalamnya. Tuhan tidak hanya memerintahkan individu untuk bersukacita, tetapi menekankan pentingnya kebersamaan. "Engkau, anakmu laki-laki dan perempuanmu, hambamu laki-laki dan perempuanmu" menunjukkan bahwa sukacita ini seharusnya dirasakan oleh seluruh anggota keluarga, tanpa memandang status sosial atau kedudukan. Dalam masyarakat kuno, perbedaan kelas sosial seringkali memisahkan orang, namun Tuhan menegaskan bahwa sukacita merayakan berkat-Nya adalah hak semua.

Lebih lanjut, perintah ini meluas hingga mencakup mereka yang seringkali terpinggirkan dalam masyarakat: "orang Lewi, orang asing, yatim dan janda yang ada di dalam kotamumu." Ini adalah bukti nyata dari hati Tuhan yang peduli terhadap kaum rentan dan terpinggirkan. Orang Lewi, sebagai suku pelayan Tuhan, berhak mendapatkan bagian dalam perayaan. Orang asing, yang mungkin tidak memiliki tanah warisan atau ikatan keluarga yang kuat, diundang untuk ikut serta. Yatim dan janda, yang kehilangan pelindung dan sumber penghidupan, juga dipastikan masuk dalam lingkaran sukacita. Keberadaan mereka di dalam "kotamumu" menunjukkan bahwa komunitas Israel harus menjadi tempat di mana semua orang dapat merasakan kehadiran dan kebaikan Tuhan.

Perayaan ini bukan hanya tentang menikmati makanan dan minuman, tetapi juga tentang sebuah kesadaran mendalam akan pemeliharaan dan kemurahan Tuhan. Ini adalah momen untuk berhenti sejenak dari rutinitas kehidupan, merenungkan perjalanan yang telah dilalui, dan mengakui bahwa setiap berkat, besar maupun kecil, berasal dari tangan Tuhan yang murah hati. Dalam kesukacitaan yang inklusif ini, umat Tuhan diajak untuk merasakan komunitas yang erat, di mana setiap orang dihargai dan diikutsertakan.

Dalam konteks kekinian, ayat ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Bagaimana kita mengekspresikan syukur dan kegembiraan kita atas berkat-berkat Tuhan? Apakah kita cenderung merayakan secara individualistis, ataukah kita melibatkan seluruh keluarga dan komunitas kita? Apakah kita juga memikirkan serta mengundang mereka yang mungkin merasa terpinggirkan, seperti anak-anak yatim, para janda, atau mereka yang baru saja bergabung dalam komunitas kita? Ulangan 16:14 mengingatkan kita bahwa sukacita yang sejati adalah sukacita yang meluap dan membagikan berkat kepada semua, mencerminkan kasih dan kemurahan hati Tuhan yang tidak terbatas. Marilah kita menjadikan perayaan kita sebagai momen untuk memuliakan Tuhan dengan hati yang penuh syukur dan tangan yang terbuka bagi sesama.