Ayat Ulangan 16:4 memberikan instruksi penting mengenai perayaan Paskah, sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Perintah ini menekankan pentingnya mengonsumsi roti yang tidak beragi selama tujuh hari, sebuah tradisi yang sarat makna dan peringatan.
Roti yang tidak beragi, atau "matsa," melambangkan kesucian dan kesegeraan. Adonan yang tidak sempat mengembang karena ragi mencerminkan kondisi bangsa Israel yang tergesa-gesa keluar dari perbudakan di Mesir. Mereka tidak punya waktu untuk menunggu roti mereka mengembang, melainkan harus segera pergi, meninggalkan segala sesuatu demi kebebasan.
Perintah ini bukan sekadar ritual belaka, melainkan sebuah cara untuk mengajarkan generasi mendatang tentang kebaikan dan pemeliharaan Tuhan. Dengan setiap gigitan roti yang tidak beragi, umat Israel diingatkan akan kebebasan yang mereka terima, dan bagaimana Tuhan telah menuntun mereka keluar dari tanah Mesir dengan tangan yang kuat. Ini adalah pengingat visual dan gustatori tentang penebusan dan janji-janji ilahi.
Lebih dari sekadar memperingati peristiwa masa lalu, perayaan Paskah yang sesuai dengan perintah ini juga menanamkan nilai-nilai kerendahan hati dan pengakuan atas campur tangan Tuhan dalam kehidupan mereka. Roti sengsara, seperti yang disebut dalam ayat tersebut, mengingatkan mereka akan penderitaan yang mereka alami, namun lebih dari itu, mengingatkan mereka akan kasih karunia yang membebaskan mereka dari penderitaan tersebut.
Di zaman modern, perayaan Paskah tetap menjadi momen penting bagi banyak umat beragama. Instruksi mengenai roti yang tidak beragi ini terus dihidupi, menjadi simbol pemurnian diri dan pelepasan dari "ragi" dosa atau kebiasaan buruk yang menghalangi kedekatan dengan Tuhan. Proses mengonsumsi roti yang tidak beragi selama tujuh hari menjadi pengingat akan perjalanan rohani yang berkelanjutan, sebuah komitmen untuk hidup dalam kesucian dan ketaatan.
Implementasi dari perintah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kemurnian dalam ibadah dan kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang tanpa "ragi" kejahatan, kepalsuan, atau kesombongan adalah kehidupan yang lebih berkenan di hadapan Tuhan. Perayaan Paskah, dengan segala ketentuannya, menjadi sarana untuk membina hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta, senantiasa mengingat perbuatan-Nya yang ajaib dan memelihara hati yang bersih.