Ulangan 19:17-21

"Dan kedua orang yang bersengketa itu haruslah bersikap berdiri di hadapan TUHAN, di hadapan para imam dan para hakim yang menjabat pada masa itu. Para hakim harus menyelidiki dengan seksama; apabila saksi itu saksi dusta, yang dengan dusta memberi kesaksian terhadap seorang temannya, maka kamu harus melakukan kepadanya, seperti yang ia rancangkan untuk melakukan kepada temannya; demikianlah kamu akan menghapuskan kejahatan dari tengah-tengah kamu. Dan orang-orang yang lain akan mendengar serta takut, dan tidak akan berani lagi berbuat kejahatan yang demikian di tengah-tengah kamu."

Simbol Keadilan dan Kebenaran

Ilustrasi: Keadilan, kebenaran, dan konsekuensi dari kebohongan.

Nats firman Tuhan dalam Ulangan 19:17-21 mengingatkan kita akan pentingnya kejujuran dan kebenaran, terutama dalam konteks persidangan atau penyelesaian sengketa. Ayat-ayat ini memberikan panduan yang jelas mengenai bagaimana menghadapi kesaksian palsu. Inti pesannya adalah bahwa kejahatan yang direncanakan untuk menimpa orang lain, haruslah berbalik menimpa pelakunya sendiri jika ia terbukti berbohong. Ini bukan sekadar hukuman fisik, melainkan sebuah mekanisme keadilan yang dirancang untuk memberikan efek jera yang mendalam.

Menghadapi Kebohongan dalam Persidangan

Dalam perikop ini, Tuhan menetapkan sebuah standar keadilan yang tinggi bagi umat-Nya. Ketika dua orang bersengketa, mereka harus membawa kasusnya ke hadapan Tuhan, yang diwakili oleh para imam dan hakim. Para hakim diberi mandat untuk menyelidiki dengan seksama, tidak terburu-buru mengambil keputusan. Fokus utama adalah kebenaran dari kesaksian yang diberikan. Jika ditemukan bahwa seseorang memberikan kesaksian palsu, konsekuensinya haruslah setimpal dengan niat jahat yang ingin dilakukannya kepada orang lain.

Tujuan dari penerapan hukuman ini lebih dari sekadar membalas perbuatan buruk. Ayat terakhir, "Dan orang-orang yang lain akan mendengar serta takut, dan tidak akan berani lagi berbuat kejahatan yang demikian di tengah-tengah kamu," menunjukkan bahwa ini adalah upaya untuk membangun budaya kejujuran dan integritas di dalam masyarakat. Ketakutan yang timbul bukanlah ketakutan yang melumpuhkan, melainkan ketakutan yang bijaksana, yaitu kesadaran akan konsekuensi serius dari tindakan berbohong dan berbuat curang. Hal ini diharapkan mencegah terulangnya kejahatan serupa.

Relevansi Masa Kini

Meskipun konteks historisnya adalah hukum Taurat, prinsip yang terkandung dalam Ulangan 19 tetap relevan hingga saat ini. Di era modern, kita mungkin tidak lagi menghadapi persidangan seperti yang digambarkan dalam kitab Ulangan, namun godaan untuk berbohong, memfitnah, atau memberikan kesaksian palsu (dalam berbagai bentuknya) masih sangat nyata. Hal ini bisa terjadi dalam ranah hukum, pekerjaan, hubungan sosial, bahkan di dunia maya.

Perikop ini mengajak kita untuk merenungkan betapa berharganya kebenaran. Kebohongan, sekecil apapun, dapat merusak kepercayaan, menghancurkan reputasi, dan menimbulkan kerugian besar. Sebaliknya, kejujuran dan integritas membangun fondasi yang kuat bagi hubungan yang sehat dan masyarakat yang adil. Memelihara kejujuran dalam setiap perkataan dan perbuatan kita adalah cerminan ketaatan kita kepada Tuhan dan kontribusi kita dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha untuk hidup dalam kebenaran, menjadi saksi yang dapat dipercaya, dan menolak segala bentuk kebohongan. Dengan demikian, kita tidak hanya melindungi diri sendiri dan orang lain dari dampak negatif kebohongan, tetapi juga turut serta dalam menegakkan keadilan dan membangun masyarakat yang takut akan Tuhan.