Kisah dalam kitab Ulangan ini merupakan momen krusial menjelang akhir perjalanan bangsa Israel di padang gurun. Musa, di bawah ilham ilahi, memberikan berkat perpisahan kepada kedua belas suku Israel. Salah satu berkat yang paling menonjol dan unik adalah yang ditujukan kepada suku Lewi, yang diwakili oleh ayat Ulangan 33:8. Ayat ini tidak hanya menyoroti peranan khusus suku Lewi di tengah umat Allah, tetapi juga menetapkan identitas dan tanggung jawab mereka yang mendalam.
Berkat ini dimulai dengan penyebutan "Tirtam dan Urim." Benda-benda ini adalah sesuatu yang dipakai oleh imam besar untuk mencari kehendak Allah. Keberadaan Tirtam dan Urim di tangan suku Lewi menegaskan peran mereka sebagai perantara spiritual, juru bicara kehendak ilahi bagi seluruh bangsa. Mereka adalah penjaga hukum dan perjanjian Allah, serta orang-orang yang dipercayakan untuk membimbing umat dalam memahami dan menaati firman-Nya.
Ayat tersebut melanjutkan dengan menggambarkan karakter orang-orang yang saleh dari suku Lewi: "yang Kaubuktikan di Masa, yang Kaubentangkan perkara mereka di Meriba; mereka yang berani berkata kepada ayah mereka dan kepada ibunya: Aku tidak melihatnya; mereka yang tidak mengindahkan saudara-saudaranya dan tidak mengenal anak-anaknya." Deskripsi ini bukan berarti mereka tidak memiliki kasih keluarga, melainkan menekankan kesetiaan mereka yang tak tergoyahkan kepada Allah di atas segala ikatan duniawi. Dalam tugas pelayanan mereka, suku Lewi harus memprioritaskan kebenaran dan keadilan ilahi, bahkan jika itu berarti menentang keinginan atau kepentingan pribadi, bahkan keluarga.
Pernyataan "Sebab mereka berpegang pada firman-Mu dan menjaga perjanjian-Mu" menjadi landasan dari semua tanggung jawab ini. Kesetiaan suku Lewi kepada Allah adalah fondasi pelayanan mereka. Mereka adalah contoh bagi seluruh umat Israel tentang pentingnya ketaatan yang konsisten terhadap firman Tuhan dan pemeliharaan perjanjian yang telah dibuat-Nya. Ini adalah panggilan untuk integritas, dedikasi, dan pengabdian yang total kepada Sang Pencipta.
Selain berkat bagi Lewi, Ulangan pasal 33 juga memuat kenangan akan kematian Yusuf. Meskipun ayat 8 secara spesifik membahas Lewi, konteks pasal ini seringkali menyertakan pengingatan tentang warisan dan penggenapan janji Allah melalui keturunan Yusuf. Yusuf, yang pernah dijual sebagai budak, akhirnya menjadi pemimpin yang menyelamatkan bangsanya dan bangsanya Israel dapat berkembang di Mesir. Kematiannya, sebagaimana dicatat di tempat lain dalam Kitab Suci (Kejadian 50:26), terjadi ketika ia disemayamkan dalam peti mati, sebuah janji tersirat tentang kepulangan umat Israel ke Tanah Perjanjian.
Berkat bagi Lewi dan kenangan akan kematian Yusuf melengkapi gambaran tentang bagaimana Allah bekerja untuk menepati janji-Nya. Lewi diberi tugas pelayanan spiritual yang kekal, sementara keturunan Yusuf akan memimpin bangsa menuju tanah yang dijanjikan. Keduanya, dalam peran mereka yang berbeda, adalah bagian integral dari rencana keselamatan Allah bagi umat-Nya.
Warisan suku Lewi dan teladan kesetiaan mereka tetap relevan hingga kini. Bagi umat percaya, ayat ini mengingatkan akan pentingnya memprioritaskan hubungan dengan Tuhan di atas segalanya, serta menjadi penjaga kebenaran ilahi dalam kehidupan sehari-hari. Ketaatan yang teguh pada firman Tuhan dan perjanjian-Nya adalah panggilan universal yang terus bergema, menuntut komitmen total dan kesetiaan tanpa kompromi.
Dengan demikian, Ulangan 33:8 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah ajaran mendalam tentang integritas spiritual, kesetiaan kepada Allah, dan pemenuhan tugas pelayanan. Ia menginspirasi kita untuk hidup dengan integritas, berpegang teguh pada firman-Nya, dan menjaga perjanjian-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita.