"Lalu datanglah satu dari ketujuh malaikat yang memegang tujuh cawan, yang penuh dengan tujuh malapetaka terakhir, dan ia berkata kepadaku: 'Mari ke mari, aku akan menunjukkan kepadamu perempuan pelacur besar, yang duduk di atas air yang banyak."
Analisis Wahyu 17:1
Ayat pembuka dari pasal 17 Kitab Wahyu ini memperkenalkan salah satu gambaran paling kuat dan simbolis dalam seluruh Alkitab: "perempuan pelacur besar". Penglihatan ini diberikan kepada Rasul Yohanes oleh salah satu dari tujuh malaikat yang membawa malapetaka terakhir. Deskripsi mengenai malaikat yang memegang "tujuh cawan, yang penuh dengan tujuh malapetaka terakhir" secara langsung menghubungkan adegan ini dengan penghakiman ilahi yang akan datang. Cawan-cawan ini adalah wadah yang menampung murka Allah, menandakan bahwa apa yang akan diungkapkan sangat terkait dengan hukuman dan akhir dari sistem dunia yang jahat.
Perintah malaikat, "Mari ke mari, aku akan menunjukkan kepadamu...", bersifat mengundang namun juga penuh misteri. Yohanes dibawa ke sebuah penglihatan yang akan menjelaskan sifat dan nasib kekuatan dunia yang menentang Allah. Istilah "perempuan pelacur besar" bukanlah sekadar simbol feminin biasa, melainkan representasi yang sangat negatif dari suatu entitas yang telah mengkhianati kesetiaannya kepada Allah. Dalam konteks Alkitab, kesetiaan kepada Allah seringkali diibaratkan sebagai pernikahan, sehingga ketidaksetiaan atau perselingkuhan melambangkan pemberontakan spiritual dan penyembahan berhala.
Deskripsi selanjutnya bahwa perempuan ini "duduk di atas air yang banyak" memiliki implikasi simbolis yang mendalam. Dalam nubuat-nubuat Perjanjian Lama, "air" seringkali melambangkan bangsa-bangsa, kerumunan orang, atau wilayah geografis yang luas (Wahyu 17:15 memberikan penjelasan langsung mengenai hal ini). Oleh karena itu, duduknya perempuan pelacur di atas air yang banyak menunjukkan kekuasaannya yang luas dan pengaruhnya yang merasuk ke berbagai bangsa dan budaya di seluruh dunia. Ini mengindikasikan sebuah kekuatan global atau sistem yang mampu memengaruhi dan mendominasi banyak orang.
Dalam pandangan ini, perempuan pelacur besar ini secara umum diinterpretasikan sebagai representasi dari sistem keagamaan, politik, atau ekonomi yang korup dan menindas yang telah menyesatkan umat manusia dan menentang kehendak Allah sepanjang sejarah. Identitas spesifik dari "perempuan pelacur besar" ini telah menjadi subjek perdebatan teologis selama berabad-abad, dengan berbagai pandangan yang mengaitkannya dengan Roma kuno, sistem keagamaan palsu secara umum, atau bahkan sistem akhir zaman yang jahat yang akan berkuasa sebelum kedatangan Kristus yang kedua kali. Apapun interpretasi yang lebih spesifik, inti dari gambaran ini adalah tentang pengkhianatan spiritual, penyembahan berhala dalam bentuk apapun, dan kekuasaan duniawi yang dibangun di atas dasar-dasar yang tidak ilahi, yang pada akhirnya akan menghadapi penghakiman Allah.