Dan aku melihat perempuan itu mabuk oleh darah orang-orang kudus dan oleh darah saksi-saksi Yesus. Dan ketika aku melihatnya, aku sangat heran.
Penglihatan yang diberikan kepada Rasul Yohanes dalam Kitab Wahyu pasal 17 ayat 6 merupakan gambaran yang kuat dan mengerikan tentang kekuatan yang menindas umat Allah. Ayat ini menggambarkan sebuah "perempuan" yang mabuk oleh darah orang-orang kudus dan para saksi Yesus. Gambaran ini bukan sekadar narasi historis, melainkan sebuah simbolisme teologis yang kaya makna, menggugah perhatian kita terhadap berbagai bentuk penindasan spiritual dan fisik yang dihadapi orang percaya sepanjang sejarah.
Kata "mabuk" dalam konteks ini menyiratkan sebuah kondisi yang tidak terkendali, sebuah kenikmatan gelap yang diperoleh dari kekerasan dan penumpahan darah. Ini bukan hanya tentang pembunuhan semata, tetapi tentang sebuah sistem atau kekuatan yang secara aktif mencari dan menghancurkan mereka yang setia kepada Kristus. Darah orang-orang kudus dan saksi Yesus melambangkan pengorbanan tertinggi mereka, kesaksian terakhir mereka yang tertulis dengan nyawa.
Heran yang dirasakan Yohanes saat melihat penglihatan ini adalah respons alami terhadap kengerian dan ketidakadilan yang ditampilkan. Ini menunjukkan betapa luar biasanya kebejatan dan kekejaman yang mampu dilakukan oleh kekuatan duniawi yang menentang Kerajaan Allah. Penglihatan ini menjadi peringatan bagi gereja di segala zaman untuk waspada terhadap pengaruh-pengaruh jahat yang mencoba untuk merusak kesaksian iman.
Dalam memahami Wahyu 17:6, kita perlu melihat melampaui arti harfiah. "Perempuan" ini bisa mewakili berbagai entitas—kekaisaran yang menindas, sistem keagamaan yang korup, atau ideologi yang memusuhi iman. Yang jelas, ia mewakili kekuatan yang berusaha untuk memadamkan terang Injil dan menghentikan kesaksian para pengikut Kristus.
Meskipun gambaran ini kelam, penting untuk diingat bahwa Kitab Wahyu juga penuh dengan janji kemenangan akhir bagi Allah dan umat-Nya. Penglihatan tentang penindasan ini berfungsi untuk meneguhkan kesetiaan orang percaya dan mengingatkan bahwa perjuangan spiritual adalah nyata. Namun, pada akhirnya, kekuatan yang "mabuk oleh darah" akan menghadapi penghakiman ilahi. Kesaksian para martir tidak akan sia-sia, melainkan menjadi benih bagi pertumbuhan iman dan bukti kemenangan Kristus atas segala kuasa yang memberontak.
Dalam dunia modern, peringatan dari Wahyu 17:6 tetap relevan. Kita mungkin tidak selalu menghadapi penganiayaan dalam bentuk yang paling brutal, namun godaan untuk berkompromi, tekanan untuk menyangkal iman, atau sistem yang secara halus menindas nilai-nilai spiritual adalah tantangan yang terus-menerus. Kesetiaan kepada Yesus seringkali membutuhkan keberanian untuk berdiri teguh, bahkan ketika itu tidak populer atau membawa konsekuensi.
Penglihatan ini mendorong kita untuk merenungkan harga kesaksian dan betapa berharganya setiap jiwa yang tetap setia. Ini adalah panggilan untuk terus berdoa bagi saudara-saudari seiman yang menghadapi tantangan berat, dan untuk memberikan dukungan kepada mereka yang kesaksiannya terancam. Wahyu 17:6 adalah pengingat yang kuat bahwa perjuangan antara terang dan kegelapan terus berlanjut, namun pada akhirnya, kebenaran dan kesetiaan akan menang.