Kitab Wahyu, pasal 18, menggambarkan kejatuhan kota besar Babilon, sebuah simbol kekuatan duniawi yang korup dan menindas. Ayub 18:20 ini menjadi puncak seruan sukacita dari surga sebagai respons atas penghukuman ilahi yang akhirnya menimpa kejahatan. Ini bukan sekadar pengumuman, melainkan seruan gembira yang bergema di alam sorgawi, melibatkan para rasul dan nabi, serta seluruh umat Allah yang telah merasakan penderitaan di bawah kekuasaan Babilon.
Kejatuhan Babilon bukanlah akhir, melainkan sebuah momen pembebasan. Bagi mereka yang telah ditindas, dihina, dan dianiaya oleh sistem yang diasosiasikan dengan Babilon, ini adalah berita yang sangat menggembirakan. Penghukuman ini adalah bukti keadilan ilahi, penegasan bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kejahatan berkuasa selamanya. Seruan sukacita ini mencerminkan harapan yang tergenapi, di mana doa-doa orang yang tertindas didengar dan keadilan akhirnya ditegakkan.
Para rasul dan nabi memiliki peran penting dalam menyampaikan firman Tuhan di bumi. Mereka adalah saksi mata dan penyampai kebenaran. Bagi mereka, kejatuhan Babilon merupakan konfirmasi dari nubuat-nubuat yang telah mereka sampaikan tentang penghakiman Allah atas bangsa-bangsa yang menentang-Nya. Sukacita mereka adalah sukacita para hamba yang melihat tuan mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh-Nya.
Lebih dari itu, ayat ini mengingatkan kita bahwa keadilan Tuhan adalah universal. Babilon, dalam segala kemegahan dan kekuatannya, tidak dapat lolos dari pengawasan dan penghakiman-Nya. Allah bertindak "demi kamu," yang berarti demi kepentingan umat-Nya, demi kebenaran mereka, dan demi pemulihan keutuhan ciptaan. Ini adalah janji bagi semua orang yang setia kepada Tuhan, bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia, dan ada harapan untuk pembebasan dari segala bentuk penindasan.
Dalam konteks yang lebih luas, Babilon melambangkan segala sesuatu yang menentang Kerajaan Allah: keserakahan, kesombongan, penindasan, penyembahan berhala, dan penolakan terhadap kedaulatan ilahi. Kejatuhannya menandai pergeseran kuasa dari kekuatan duniawi yang menindas menuju realisasi penuh Kerajaan Allah yang adil dan penuh damai. Seruan sukacita di surga menjadi gambaran awal dari sorak-sorai besar yang akan terdengar ketika segala kejahatan dihapuskan dan keadilan serta kebenaran berkuasa tanpa batas.
Ayat ini mengajarkan pentingnya membedakan antara kekuasaan duniawi yang seringkali korup dan pemerintahan Allah yang selalu adil. Ini juga memberikan penghiburan dan dorongan bagi umat Allah untuk tetap teguh dalam iman, mengetahui bahwa Tuhan akan campur tangan dan membawa pembebasan. Kejatuhan Babilon adalah pengingat bahwa meskipun kejahatan mungkin tampak kuat untuk sementara, pada akhirnya, kemenangan ada di pihak kebenaran dan keadilan ilahi. Seruan "Bersukacitalah atasnya" adalah undangan bagi kita untuk ikut merasakan sukacita surgawi ketika keadilan terwujud.