"Sebab Ia, yang telah menciptakan alam semesta dengan berkata, 'hendaklah terang menjadi terang,' juga telah berfirman, 'hendaklah manusia menjadi gambar-Nya', dan di dalam kasih-Nya Ia mengajarkan kita untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri."
Yakobus 2:11 adalah pengingat yang kuat tentang inti ajaran Kristen: kasih yang tidak pandang bulu. Ayat ini menekankan bahwa hukum yang diberikan oleh Allah adalah hukum kasih, dan membedakan satu sama lain berarti kita melanggar hukum tersebut. Ini bukan sekadar aturan moral, melainkan fondasi dari hubungan kita dengan sesama dan dengan Sang Pencipta.
Ayat tersebut secara implisit merujuk pada perintah kedua yang terbesa, yaitu mengasihi sesama seperti diri sendiri. Ketika kita mulai membuat kategori, baik itu berdasarkan status sosial, kekayaan, penampilan, atau latar belakang, kita secara tidak sadar menempatkan diri kita sebagai hakim. Padahal, hanya Allah yang memiliki otoritas penuh untuk menilai.
Memahami Yakobus 2:11 menuntut kita untuk introspeksi diri secara mendalam. Apakah ada kecenderungan dalam diri kita untuk memberikan perlakuan berbeda kepada orang berdasarkan prasangka tertentu? Apakah kita lebih mudah tersenyum dan ramah kepada orang yang kita anggap "penting" atau "baik", sementara bersikap acuh tak acuh kepada yang lain? Ayat ini menyerukan agar kita menyadari kesamaan mendasar sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Keragaman yang ada seharusnya menjadi kekayaan, bukan alasan untuk perpecahan atau diskriminasi.
Dalam konteks masyarakat yang sering kali diwarnai dengan kesenjangan dan prasangka, pesan Yakobus 2:11 menjadi semakin relevan. Gereja dan setiap individu Kristen dipanggil untuk menjadi teladan dalam menerapkan kasih ini. Ini berarti secara aktif menentang segala bentuk diskriminasi, merangkul mereka yang terpinggirkan, dan memperlakukan setiap orang dengan martabat yang layak.
Lebih dari sekadar larangan untuk berbuat jahat, ayat ini sebenarnya adalah panggilan positif untuk berbuat baik. Ia mengajak kita untuk melihat setiap pribadi sebagai objek kasih ilahi, sama seperti kita sendiri. Ketika kita berhasil menerapkan prinsip ini, bukan hanya hubungan antarmanusia yang akan membaik, tetapi juga iman kita akan semakin teguh. Sebab, kasih yang tulus kepada sesama adalah cerminan kasih kita kepada Allah.
Mari kita renungkan bersama: bagaimana kita dapat mulai mempraktikkan ajaran Yakobus 2:11 dalam kehidupan sehari-hari? Ini bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti memberikan senyum tulus kepada setiap orang yang kita temui, mendengarkan dengan empati, atau menawarkan bantuan tanpa pamrih. Mengatasi prasangka dalam diri sendiri adalah langkah pertama yang krusial. Dengan pertolongan Roh Kudus, kita dapat bertumbuh dalam kasih yang sejati, kasih yang mencakup semua orang tanpa kecuali.