Ayat Yehezkiel 14:2 menyajikan sebuah firman yang begitu kuat dan relevan bagi kehidupan kita di zaman modern ini. Nabi Yehezkiel diperintahkan Tuhan untuk menyampaikan pesan kepada para tua-tua Israel. Namun, fokus utama firman ini bukanlah pada para tua-tua itu sendiri, melainkan pada kondisi hati mereka. "Orang-orang ini telah mendirikan berhala di hati mereka dan menaruh batu sandungan kejahatan mereka di depan muka mereka." Ungkapan ini menggambarkan dua kondisi spiritual yang sangat serius: mendirikan berhala dalam hati dan menempatkan batu sandungan kejahatan di depan muka.
Mendirikan berhala di hati berarti mengizinkan hal-hal lain mengambil tempat yang seharusnya hanya milik Tuhan. Berhala-berhala ini bisa bermacam-macam bentuknya: ambisi pribadi, kekayaan, popularitas, hubungan, bahkan pemikiran atau prinsip yang bertentangan dengan kebenaran ilahi. Berhala dalam hati ini seringkali tidak terlihat oleh orang lain, namun sangat nyata di hadapan Tuhan. Ia adalah pengalihan kesetiaan, penolakan untuk memberikan ketaatan penuh, dan pendewaan sesuatu yang bukan Tuhan itu sendiri. Hati yang penuh berhala menjadi tidak peka terhadap suara Tuhan, karena sudah terbiasa mendengarkan suara-suara duniawi atau keinginan diri sendiri.
Selanjutnya, ayat ini menyebutkan "menaruh batu sandungan kejahatan mereka di depan muka mereka." Ini mengacu pada perbuatan dosa yang disengaja dan terus-menerus dilakukan. Batu sandungan adalah sesuatu yang membuat orang tersandung dan jatuh. Dalam konteks ini, dosa-dosa tersebut menjadi penghalang besar antara manusia dengan Tuhan. Bukan hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi seolah-olah sengaja diletakkan di tempat yang terlihat, menunjukkan sikap menantang atau ketidakpedulian terhadap kekudusan Tuhan. Dosa yang dibiarkan terus-menerus menjadi kebiasaan, memperkuat hati yang menjauh dari Tuhan.
Pertanyaan retoris Tuhan di akhir ayat, "Masakan Aku mau menjawab mereka?", bukanlah pertanyaan untuk mencari informasi. Ini adalah pernyataan penolakan yang tegas. Ketika hati telah dikuasai berhala dan dosa terus dijadikan batu sandungan, komunikasi spiritual dengan Tuhan menjadi terputus. Tuhan tidak dapat menjawab doa atau permohonan dari hati yang telah berpaling dari-Nya, yang memilih untuk mengikuti jalannya sendiri. Penolakan ini menunjukkan bahwa Tuhan menganggap serius kesetiaan dan kekudusan. Ia menginginkan hubungan yang murni, di mana hati kita sepenuhnya dikhususkan bagi-Nya, dan kita berusaha menjauhi segala bentuk kejahatan yang dapat memisahkan kita dari-Nya.
Renungan dari Yehezkiel 14:2 mengajarkan kita untuk melakukan introspeksi diri. Apakah ada berhala yang telah kita dirikan dalam hati kita? Apakah ada kebiasaan dosa yang kita biarkan menjadi batu sandungan dalam hidup kita? Penting untuk memeriksa hati kita secara teratur dan memohon pertolongan Tuhan untuk membersihkannya dari segala sesuatu yang tidak berkenan kepada-Nya. Hanya dengan hati yang murni dan menjauhkan diri dari kejahatan, kita dapat mengalami jawaban doa dan persekutuan yang intim dengan Tuhan.