Yehezkiel 15:4

"Dilemparkannya ke dalam api untuk dibakar; kedua ujungnya dimakan api, dan tengahnya menjadi arang; tidak berguna lagi untuk dibuat apa pun."

Pokok Anggur yang Tak Berguna

Ilustrasi: Pokok anggur yang diambil dari berbagai bagian.

Firman Tuhan dalam Yehezkiel 15:4 menggambarkan nasib sebuah dahan pokok anggur yang telah diambil dari pokoknya. Ayat ini bukan sekadar gambaran fisik tentang kayu yang tidak berguna setelah terbakar, melainkan sebuah metafora yang mendalam tentang kondisi umat Tuhan pada masa itu dan, pada tingkat yang lebih luas, tentang pentingnya hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Yehezkiel, sebagai nabi, diperintahkan untuk menyampaikan pesan peringatan dan penghakiman kepada bangsa Israel, yang seringkali berpaling dari Tuhan dan menyandarkan harapan pada kekuatan duniawi atau ritual kosong.

Pokok anggur dalam tradisi Alkitab sering kali melambangkan umat pilihan Tuhan. Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai pokok anggur yang benar, dan para pengikut-Nya sebagai ranting-rantingnya (Yohanes 15:1-8). Ranting yang terhubung dengan pokoknya dapat berbuah dan memberikan kehidupan. Namun, ketika ranting itu terlepas, ia kehilangan sumber nutrisi dan kekuatannya. Ia menjadi layu, tidak dapat berbuah, dan pada akhirnya, hanya menjadi bahan bakar yang tidak memiliki nilai apa pun.

Ayat ini secara tajam menyoroti konsekuensi dari keterpisahan dari sumber kehidupan yang sejati. Bangsa Israel, yang dianggap sebagai dahan pilihan Allah, telah menyimpang dari jalan-Nya. Mereka mencari perlindungan pada bangsa lain, mengandalkan kekuatan politik mereka sendiri, atau terlibat dalam penyembahan berhala. Ketergantungan pada hal-hal tersebut, yang sama sekali tidak memiliki kekuatan atau ketahanan sejati, membuat mereka rentan terhadap penghakiman ilahi. Ketika ujian datang, mereka tidak memiliki apa-apa untuk diandalkan. Sebagaimana dahan pokok anggur yang terlepas dari pokoknya akan dibakar, demikian pula bangsa yang terpisah dari Tuhan akan menghadapi kehancuran.

Pesan Yehezkiel 15:4 memiliki relevansi yang abadi. Dalam kehidupan pribadi kita, seringkali kita tergoda untuk mencari kepuasan, keamanan, atau identitas dari sumber-sumber yang tidak kekal: kekayaan materi, popularitas, hubungan manusia, atau pencapaian pribadi. Sama seperti dahan pokok anggur, ketika kita melepaskan diri dari hubungan yang mendalam dengan Tuhan, sumber kekuatan, penghiburan, dan makna sejati, kita menjadi rentan. Kita mungkin merasa "memiliki segalanya" untuk sementara waktu, namun tanpa Dia, kita sebenarnya kehilangan esensi keberadaan kita.

Kebaikan dan kesetiaan Tuhan adalah satu-satunya fondasi yang kokoh. Menjadikan Dia sebagai pusat hidup kita berarti memastikan bahwa kita tetap terhubung dengan sumber kehidupan yang tidak akan pernah habis. Ini bukan tentang mencapai kesempurnaan tanpa cela, tetapi tentang komitmen yang terus-menerus untuk kembali kepada-Nya, mengakui ketergantungan kita, dan membiarkan-Nya mengalirkan kehidupan dan kekuatan-Nya melalui kita. Ketika kita tetap "tercabang" pada Kristus, kita tidak hanya bertahan dalam kesulitan, tetapi juga dapat menghasilkan buah yang menyenangkan hati Tuhan dan memberkati orang lain. Sebaliknya, keterpisahan hanya akan membawa pada kehampaan dan akhirnya, pada ketidakbergunaan yang menyedihkan.