"Maka akan diredakanlah murka-Ku terhadapmu, dan murka-Ku akan menyingkir dari padamu, sehingga engkau merasa malu dan menjadi habis karena malu, pada waktu Aku membalas budimu karena kelakuanmu yang keji itu," demikianlah firman TUHAN ALLAH.
Ayat Yehezkiel 16:42 menggambarkan sebuah momen dramatis dalam narasi Yehezkiel tentang Yerusalem. Dalam perumpamaan yang kaya, Yerusalem digambarkan sebagai seorang perempuan yang ditinggalkan, ditemukan, dan kemudian diadopsi oleh Allah. Namun, sepanjang hidupnya, ia sering kali berkhianat, menyembah berhala, dan melakukan banyak kejahatan yang menjijikkan di mata Tuhan. Allah, yang telah menunjukkan kasih dan kesetiaan yang luar biasa, merasa sangat terluka oleh pengkhianatan dan ketidaktaatan umat-Nya.
Konteks ayat ini adalah bagian dari penghukuman Allah terhadap Yerusalem karena dosa-dosanya yang berulang. Allah menyatakan bahwa murka-Nya akan mencapai puncaknya. Namun, di tengah-tengah penghukuman itu, ada janji tentang akhir dari kemarahan tersebut. "Maka akan diredakanlah murka-Ku terhadapmu, dan murka-Ku akan menyingkir dari padamu," demikian firman-Nya. Ini bukan berarti Allah berhenti mencintai Yerusalem, tetapi murka-Nya, yang merupakan respons adil terhadap dosa, akan dihentikan ketika penghukuman yang setimpal telah dilaksanakan.
Poin penting yang disampaikan di sini adalah bahwa setelah murka itu diredakan, Yerusalem akan mengalami perasaan malu yang mendalam. "sehingga engkau merasa malu dan menjadi habis karena malu, pada waktu Aku membalas budimu karena kelakuanmu yang keji itu,". Rasa malu ini bukanlah rasa malu yang ingin membuat seseorang tenggelam dalam keputusasaan, melainkan sebuah kesadaran yang tulus akan kesalahan yang telah diperbuat. Ini adalah pengakuan atas betapa buruk dan kejinya tindakan mereka di hadapan Allah yang kudus.
Ayat ini menekankan keadilan Allah yang sempurna. Ia tidak hanya menghukum dosa, tetapi juga menegakkan standar-Nya. Namun, di balik keadilan itu, ada tujuan penebusan. Dengan meredakan murka dan membuat umat-Nya sadar akan dosa mereka melalui rasa malu, Allah membuka jalan bagi pemulihan. Ini adalah bukti kasih setia-Nya yang tak tergoyahkan, yang bahkan melalui proses penghukuman, tetap bertujuan untuk membawa kembali umat-Nya kepada diri-Nya.
Renungan dari Yehezkiel 16:42 mengingatkan kita akan sifat dosa yang serius dan konsekuensinya. Namun, yang lebih penting, ia menyoroti karakter Allah yang adil sekaligus penuh kasih. Murka-Nya bukanlah amarah yang membabi buta, melainkan respons yang kudus terhadap pemberontakan. Dan ketika murka itu berlalu, ia membuka pintu bagi pertobatan, pemulihan, dan pendamaian. Rasa malu yang timbul adalah langkah awal menuju pemulihan hubungan yang rusak dengan Sang Pencipta. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu jujur pada diri sendiri, mengakui kesalahan, dan berserah pada kasih dan keadilan Allah yang pada akhirnya membawa keselamatan.