"Yerusalem yang sulung dan Sodom yang kedua, baik yang sulung maupun yang kedua, tidak melakukan separuh dari dosa-dosamu."
Ayat Yehezkiel 16:51 adalah bagian dari teguran keras Allah kepada kota Yerusalem yang telah jatuh ke dalam dosa dan penyembahan berhala. Melalui nubuat Yehezkiel, Allah menggambarkan Yerusalem sebagai seorang perempuan yang pernah diangkat dari keadaan yang hina menjadi berkat dan kemuliaan, namun kemudian berkhianat dan jatuh ke dalam perzinaan spiritual dengan bangsa-bangsa lain. Pernyataan ini, yang membandingkan dosa Yerusalem dengan dosa kota-kota yang terkenal jahat seperti Sodom dan Samaria, menunjukkan betapa dalamnya keterpurukan moral dan spiritual kota itu.
Membandingkan dosa Yerusalem dengan Sodom dan Samaria bukanlah sekadar pernyataan kebencian terhadap dosa, melainkan sebuah penekanan atas standar kekudusan Allah yang sangat tinggi. Yerusalem, sebagai umat pilihan Allah, seharusnya menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain. Namun, ketika mereka justru meniru dan bahkan melampaui kejahatan bangsa-bangsa di sekitar mereka, murka Allah pun dinyatakan. Dosa-dosa yang disebutkan dalam pasal ini mencakup keangkuhan, kelimpahan makanan, kesibukan yang tidak peduli terhadap orang miskin dan orang yang membutuhkan, serta ketidaksetiaan kepada perjanjian dengan Allah.
Inti dari teguran ini adalah tentang keangkuhan dan penolakan terhadap kebenaran. Yerusalem, dalam kekayaannya dan posisinya sebagai pusat ibadah, menjadi sombong dan melupakan sumber segala berkatnya. Mereka merasa aman dan lupa akan firman Allah. Hal ini memberikan pelajaran yang sangat relevan bagi kita semua. Dalam kehidupan pribadi maupun kolektif, godaan untuk menjadi sombong ketika situasi membaik selalu ada. Kemakmuran dapat membutakan mata kita terhadap kebutuhan orang lain dan, yang lebih penting, terhadap ketergantungan kita pada Allah.
Perbandingan dengan Sodom dan Samaria menekankan bahwa dosa memiliki tingkatan dan konsekuensi. Meskipun dosa selalu salah di mata Allah, ada dosa yang merupakan penolakan terang-terangan terhadap kebenaran yang telah diterima. Yerusalem, yang telah menerima wahyu Allah dan janji-janji-Nya, dianggap lebih bertanggung jawab atas dosa-dosanya dibandingkan bangsa-bangsa yang tidak memiliki pemahaman yang sama. Ini mengajarkan kita tentang anugerah dan tanggung jawab: semakin besar anugerah yang diterima, semakin besar pula tanggung jawab untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Meskipun pasal ini penuh dengan teguran keras, penting untuk dicatat bahwa Kitab Yehezkiel juga penuh dengan janji pemulihan. Setelah penghukuman yang deserved, Allah berjanji untuk memulihkan umat-Nya, memberikan hati yang baru, roh yang baru, dan membangun kembali Yerusalem. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun murka Allah nyata terhadap dosa, kasih dan kesetiaan-Nya tetap ada. Pesan pengampunan dan pemulihan ini adalah inti dari Injil.
Bagi setiap individu, ayat ini seharusnya menjadi panggilan untuk introspeksi. Apakah kita telah jatuh ke dalam keangkuhan? Apakah kita telah mengabaikan mereka yang membutuhkan? Yang terpenting, apakah kita telah berpaling dari kebenaran Allah karena kenyamanan atau kepentingan pribadi? Jika ya, Yehezkiel 16:51 mengingatkan kita akan keseriusan dosa. Namun, di tengah peringatan itu, tersirat pula janji penebusan bagi mereka yang mau bertobat dan kembali kepada Allah. Dengan kerendahan hati, kita dapat menerima anugerah pengampunan-Nya dan mengalami pemulihan dalam hidup kita.