Yehezkiel 18:25 - Keadilan Tuhan yang Sempurna

"Tetapi kamu berkata: 'Jalan Tuhan tidak adil'. Dengarlah, hai kaum Israel! Jalan-Ku tidak adil atau jalanmu yang tidak adil?"
Simbol keadilan dan keseimbangan TUHAN Orang Benar Orang Jahat Keadilan Ilahi yang Tak Tergoyahkan

Ayat Yehezkiel 18:25 menghadirkan sebuah dialog teologis yang mendalam antara Tuhan dan umat-Nya, yaitu kaum Israel. Dalam konteks ini, Tuhan membela keadilan-Nya yang sempurna, sementara umat-Nya melontarkan tudingan bahwa jalan Tuhan tidak adil. Pernyataan ini kemungkinan muncul sebagai respons terhadap situasi hidup mereka, di mana mereka mungkin merasa dirugikan atau dihukum secara tidak adil, padahal mereka menganggap diri mereka sebagai umat pilihan Tuhan.

Inti dari perkataan Tuhan dalam ayat ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang tajam: "Jalan Tuhan tidak adil atau jalanmu yang tidak adil?" Pertanyaan ini memaksa pendengarnya untuk merefleksikan perspektif mereka sendiri. Seringkali, ketika kita menghadapi kesulitan atau konsekuensi dari tindakan kita, kita cenderung menyalahkan pihak lain atau bahkan Tuhan, daripada mengakui peran kita sendiri dalam menciptakan situasi tersebut. Umat Israel pada masa Yehezkiel tampaknya terjebak dalam pola pikir ini, merasionalisasi kesalahan mereka dan menuntut Tuhan menyesuaikan standar keadilan-Nya agar sesuai dengan pandangan mereka.

Tuhan menggarisbawahi bahwa standar keadilan-Nya adalah absolut dan tidak berubah. Ia tidak menilai berdasarkan penampilan luar atau berdasarkan status kebangsaan, melainkan berdasarkan kebenaran dan keadilan yang sejati. Dalam pasal 18 secara keseluruhan, Tuhan menjelaskan prinsip pembalasan ilahi yang berfokus pada tanggung jawab individu. Anak tidak akan menanggung kesalahan ayahnya, dan ayah tidak akan menanggung kesalahan anaknya. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas dosa-dosanya sendiri dan menerima imbalan atas kebaikannya sendiri. Inilah inti dari keadilan yang dijunjung Tuhan: akuntabilitas pribadi.

Ketika kita merenungkan Yehezkiel 18:25, kita diajak untuk memeriksa "jalan kita" sendiri. Apakah kita cenderung menyalahkan Tuhan atau orang lain ketika sesuatu berjalan tidak sesuai harapan, alih-alih melihat kesalahan dalam tindakan atau sikap kita? Apakah kita memahami bahwa keadilan Tuhan adalah untuk kebaikan kita, bukan untuk menghancurkan kita? Keadilan Tuhan bukanlah hukuman semata, melainkan juga sebuah panggilan untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Dengan mengakui bahwa "jalan Tuhan tidak adil" kita membuka pintu bagi pemahaman yang dangkal tentang karakter-Nya dan melepaskan diri dari tanggung jawab pribadi. Sebaliknya, dengan menerima bahwa jalan Tuhanlah yang adil, kita tunduk pada kebenaran-Nya dan membuka diri untuk menerima anugerah pengampunan dan pemulihan yang Ia tawarkan.