"Aku akan menghunus pedang-Ku dari sarungnya dan melenyapkan orang benar dan orang fasik dari tanahmu."
Ayat Yehezkiel 21:4 ini merupakan pernyataan ilahi yang sangat kuat dan lugas, disampaikan oleh Nabi Yehezkiel sebagai peringatan dan pemberitahuan akan penghakiman yang akan datang atas umat Israel. Dalam konteksnya, ayat ini muncul sebagai bagian dari nubuat mengenai kejatuhan Yerusalem dan pembuangan bangsa Yehuda ke Babel. Pesan ini bukan sekadar ramalan, melainkan sebuah deklarasi keadilan ilahi yang akan berlaku tanpa pandang bulu.
Kata "pedang" di sini bukan hanya senjata fisik, melainkan sebuah metafora yang dalam untuk penghakiman Tuhan. Pedang yang terhunus dari sarungnya menandakan bahwa penghakiman itu sudah dekat, tidak lagi tertahan, dan siap untuk dilaksanakan. Tuhan sendiri yang menggerakkan pedang ini, menunjukkan bahwa penghakiman tersebut berasal dari otoritas tertinggi dan tidak dapat dihindari. Ini adalah tanda keseriusan dan ketidakpuasan Tuhan terhadap dosa dan pemberontakan umat-Nya.
Pernyataan yang lebih mengejutkan adalah kalimat "melenyapkan orang benar dan orang fasik dari tanahmu." Sekilas, hal ini mungkin terdengar tidak adil. Bagaimana mungkin orang benar ikut tersapu dalam malapetaka yang sama dengan orang fasik? Namun, dalam konteks penghakiman kolektif yang sering terjadi dalam sejarah Israel, terutama ketika dosa telah merajalela dalam masyarakat, Tuhan kadang-kadang membiarkan malapetaka melanda seluruh bangsa sebagai sarana untuk memurnikan dan menghukum dosa yang sudah mengakar.
Dalam pandangan teologis, "orang benar" di sini mungkin merujuk pada mereka yang secara pribadi mungkin tidak berdosa berat, tetapi mereka hidup di tengah-tengah masyarakat yang sudah rusak parah. Mereka mungkin tidak sepenuhnya mampu menolak kejahatan yang merajalela, atau penghakiman ini juga bisa menjadi ujian iman bagi mereka. Atau, bisa jadi, Tuhan mengizinkan penghakiman ini terjadi untuk mengikis kemelekatan mereka pada tanah dan kehidupan duniawi, agar mereka dapat memulihkan hubungan yang benar dengan Tuhan, bahkan di tengah kesulitan.
Di sisi lain, "orang fasik" jelas merujuk kepada mereka yang secara aktif terlibat dalam dosa, ketidakadilan, dan pemberontakan terhadap Tuhan. Bagi mereka, pedang ini adalah ganjaran setimpal atas perbuatan mereka. Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kejahatan. Keadilan-Nya pasti akan terwujud, meskipun terkadang membutuhkan proses yang menyakitkan.
Ayat Yehezkiel 21:4 mengajarkan kita beberapa kebenaran penting. Pertama, bahwa Tuhan itu adil dan akan menghakimi dosa. Kedua, bahwa penghakiman-Nya bisa bersifat menyeluruh dalam konteks kolektif ketika kejahatan sudah menjadi wabah dalam suatu komunitas. Ketiga, bahwa bahkan di tengah penghakiman, ada makna rohani yang lebih dalam, baik bagi yang dihukum maupun yang terimbas, yaitu panggilan untuk kembali kepada Tuhan dan memurnikan hati.
Pesan ini juga menjadi pengingat bagi kita di masa kini. Meskipun kita tidak hidup di bawah perjanjian yang sama dengan bangsa Israel kuno, prinsip keadilan Tuhan tetap berlaku. Dosa tidak pernah dibiarkan tanpa konsekuensi. Namun, di balik penghakiman, selalu ada tawaran pengampunan dan pemulihan bagi mereka yang mau bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Pedang yang terhunus ini, meskipun menakutkan, pada akhirnya bertujuan untuk memulihkan kebenaran dan kesucian.