"Karena itu, beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah kota tempat darah tertumpah! Akulah yang akan membuat tumpukan kayu menjadi besar."
Ayat Yehezkiel 24:5 merupakan kutipan yang kuat dari Kitab Suci, yang diucapkan oleh Nabi Yehezkiel atas nama Tuhan. Ayat ini secara gamblang menggambarkan murka ilahi yang akan menimpa kota Yerusalem karena dosa dan ketidaktaatan umat-Nya. Dalam konteks historisnya, ayat ini muncul pada masa pengepungan Yerusalem oleh bangsa Babel, sebuah periode penuh penderitaan dan kehancuran. Tuhan menggunakan gambaran yang mengerikan untuk menyampaikan ketidaksetujuan-Nya terhadap tindakan kekerasan dan ketidakadilan yang telah merajalela di kota itu.
Frasa "Celakalah kota tempat darah tertumpah!" adalah sebuah peringatan yang sangat serius. Darah yang tertumpah di sini bukan hanya merujuk pada pembunuhan sesama warga secara brutal, tetapi juga bisa mencakup pengorbanan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, dan mungkin juga dosa-dosa sosial lainnya yang menodai kekudusan kota itu. Yerusalem, sebagai kota perjanjian, seharusnya menjadi tempat di mana kebenaran dan keadilan berkuasa, namun kenyataannya justru sebaliknya. Tuhan tidak bisa mentolerir pelanggaran terhadap hukum-hukum-Nya, terutama ketika pelanggaran itu dilakukan oleh umat yang seharusnya mewakili nama-Nya.
Bagian kedua dari ayat ini, "Akulah yang akan membuat tumpukan kayu menjadi besar," memiliki makna yang ganda dan mengerikan. Dalam banyak budaya kuno, tumpukan kayu seringkali dikaitkan dengan pembakaran dan kehancuran. Tuhan menyatakan bahwa Dia sendiri yang akan menjadi kekuatan di balik kehancuran yang akan datang. Tumpukan kayu yang besar bisa diartikan sebagai api penghakiman yang akan melalap kota, atau mungkin sebagai kayu-kayu yang digunakan untuk membangun alat-alat pengepungan dan mesin perang yang akan menghancurkan tembok kota. Gambaran ini menegaskan bahwa malapetaka yang menimpa Yerusalem bukanlah kebetulan atau semata-mata ulah manusia, melainkan sebuah tindakan penghakiman ilahi yang terencana.
Pesan dari Yehezkiel 24:5 ini mengajarkan kita tentang kekudusan Tuhan dan ketidakmampuan-Nya untuk mengabaikan dosa. Meskipun Tuhan itu penuh kasih dan pengampunan, Dia juga adalah hakim yang adil. Kehancuran Yerusalem menjadi pengingat bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan bahwa pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan ilahi akan selalu menghadapi konsekuensi, entah itu secara individu maupun komunal. Ayat ini juga menekankan bahwa Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, bahkan atas kehancuran sekalipun. Dia tidak hanya mengamati, tetapi juga bertindak dalam sejarah untuk menegakkan keadilan-Nya.
Bagi kita di masa kini, Yehezkiel 24:5 menjadi seruan untuk merefleksikan kehidupan kita dan masyarakat tempat kita hidup. Apakah ada "darah yang tertumpah" dalam bentuk ketidakadilan, kekerasan, atau dosa yang kita biarkan berkembang? Bagaimana kita merespons panggilan Tuhan untuk hidup kudus dan benar? Ayat ini mendorong kita untuk tidak hanya menjauhi dosa, tetapi juga untuk aktif membangun masyarakat yang berdasarkan prinsip keadilan, kasih, dan penghormatan terhadap kehidupan. Memahami ayat ini membantu kita menghargai kedalaman keadilan Tuhan sekaligus anugerah-Nya yang tak terhingga bagi mereka yang mau bertobat.