"Pada tahun kesebelas, bulan kedua belas, pada tanggal satu bulan itu, datanglah firman TUHAN kepadaku:
Ayat Yehezkiel 26:1 menandai awal dari serangkaian nubuat kenabian yang kuat dan detail mengenai kejatuhan kota Tirus. Tirus, sebuah metropolis maritim yang terletak di pantai Fenisia, dikenal karena kekayaannya yang luar biasa, kekuatan perdagangannya yang tak tertandingi, dan arsitektur yang megah. Kota ini adalah pusat peradaban dan kemakmuran di zamannya, sebuah permata di Laut Tengah yang menginspirasi kekaguman sekaligus kecemburuan. Namun, di balik kemegahannya, Tirus juga dikenal karena keangkuhan dan kesombongannya, sifat-sifat yang sering kali menjadi benih kehancuran.
Firman TUHAN yang disampaikan melalui nabi Yehezkiel pada tahun kesebelas pemerintahan raja Yoyakim (atau sekitar tahun 587 SM), datang sebagai peringatan tegas akan datangnya malapetaka. Kata "kesebelas" di sini merujuk pada tahun kesebelas pembuangan bangsa Israel ke Babel, sebuah periode di mana pengharapan umat Tuhan sedang diuji. Nubuat ini bukan sekadar ramalan kosong, melainkan sebuah pernyataan ilahi tentang keadilan yang akan ditegakkan terhadap kesombongan dan penindasan.
Mengapa Tirus menjadi sasaran nubuat kenabian yang begitu keras? Sejarah dan Kitab Suci memberikan beberapa alasan. Tirus, sebagai kekuatan maritim yang dominan, sering kali menunjukkan arogansi yang luar biasa. Mereka bangga dengan kekayaan dan pengaruh mereka, sering kali memandang rendah bangsa-bangsa lain, termasuk umat Allah. Hubungan Tirus dengan bangsa Israel juga seringkali kompleks, kadang bersahabat dalam perdagangan, namun juga kadang menunjukkan permusuhan dan memfasilitasi kehancuran Yerusalem. Ayat-ayat selanjutnya dalam Yehezkiel 26 akan merinci aspek-aspek ini, menjelaskan bagaimana Tirus merayakan kejatuhan Yerusalem dengan penuh sukacita, sebuah tindakan yang tidak akan luput dari pandangan ilahi.
Nubuat terhadap Tirus ini memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Ini menegaskan kedaulatan Allah atas semua bangsa dan kerajaan di bumi. Tidak ada kota atau kerajaan, sekuat atau sekaya apa pun, yang kebal dari penghakiman ilahi jika mereka berjalan dalam kesombongan, keangkuhan, dan penindasan. Yehezkiel 26:1 adalah titik awal dari sebuah narasi tentang bagaimana kekuatan yang tampaknya tak tergoyahkan dapat dihancurkan oleh campur tangan ilahi. Kota yang membanggakan dirinya sebagai "ratu lautan" akan mengalami pembalikan nasib yang spektakuler.
Analisis historis terhadap nubuat ini sangat menarik. Kota Tirus memang mengalami pengepungan yang panjang dan akhirnya kehancuran oleh Nebukadnezar dari Babel, meskipun kota utama yang berada di pulau tetap bertahan. Namun, kehancuran total dan terpenting terjadi kemudian, yaitu oleh Aleksander Agung pada tahun 332 SM. Serangan Aleksander sangat brilian dan brutal, yang melibatkan pembangunan jalan lintas laut menuju pulau Tirus, menghancurkan benteng-bentengnya, dan akhirnya meratakan kota tersebut. Gambaran Yehezkiel tentang Tirus yang dijadikan seperti batu karang, tempat menjemur jala, dan kehancuran totalnya, tampaknya lebih terwujud dalam penaklukan Aleksander. Nubuat ini menjadi bukti kuat bahwa Allah memiliki kendali atas sejarah dan akan menjatuhkan penghakiman kepada mereka yang congkak dan jahat.
Bagi pembaca modern, Yehezkiel 26:1 dan nubuat-nubuat selanjutnya mengingatkan kita akan pentingnya kerendahan hati, keadilan, dan kesadaran akan kekuasaan yang lebih tinggi. Kisah Tirus adalah sebuah pengingat abadi bahwa kekayaan dan kekuasaan duniawi dapat berlalu, tetapi kebenaran dan keadilan ilahi akan selalu tegak. Anda dapat membaca lebih lanjut tentang nubuat ini dalam Yehezkiel pasal 26.