"Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Ketahuilah, Aku akan mendatangkan Nebukadnezar, raja Babel, dari utara ke Tirus, ia akan menjadi raja atas raja-raja, dengan kuda, kereta perang dan kereta berkuda, dengan pasukan besar dan banyak orang."
Ayat Yehezkiel 26:7 merupakan bagian dari nubuat profetik yang disampaikan oleh nabi Yehezkiel kepada kota Tirus. Tirus, sebuah kota pelabuhan kuno yang terletak di pesisir Fenisia, dikenal pada masanya sebagai pusat perdagangan maritim yang makmur dan berpengaruh. Kekayaannya yang melimpah dan kekuatan militernya membuatnya sering kali merasa tak terkalahkan. Namun, Allah, melalui nabi-Nya, menyatakan bahwa kejayaan Tirus tidak akan berlangsung selamanya. Nubuat ini secara spesifik menyebutkan kedatangan Nebukadnezar, raja Babel, sebagai agen penghukuman Ilahi atas kesombongan dan dosa kota tersebut.
Penyebutan Nebukadnezar sebagai "raja atas raja-raja" menekankan kekuasaan dan dominasinya yang luar biasa pada masa itu. Pasukan yang digambarkan sebagai "kuda, kereta perang dan kereta berkuda, dengan pasukan besar dan banyak orang" menunjukkan skala invasi yang akan datang. Yehezkiel tidak hanya meramalkan penaklukan fisik, tetapi juga kejatuhan moral dan spiritual yang telah merasuki Tirus. Kota ini, dengan segala kemegahannya, telah mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan belas kasihan, serta menempatkan kepercayaan pada kekuatan duniawi daripada Sang Pencipta.
Nubuat ini menjadi peringatan keras bagi semua bangsa dan individu yang mengandalkan kekuatan dan kekayaan mereka sendiri. Sejarah membuktikan bahwa kota Tirus memang mengalami kehancuran dahsyat oleh Nebukadnezar, meskipun perjuangannya untuk bertahan cukup lama. Penyerangan yang panjang dan melelahkan oleh Babel akhirnya meruntuhkan tembok-tembok pertahanannya dan membawa malapetaka bagi para penduduknya. Kejatuhan Tirus merupakan bukti nyata bahwa tidak ada kekuatan manusiawi yang dapat berdiri melawan kehendak dan kedaulatan Allah.
Lebih dari sekadar cerita sejarah, Yehezkiel 26:7 mengajarkan prinsip universal tentang kesombongan yang mendahului kehancuran. Ketika suatu entitas, baik itu individu, kota, atau bangsa, mulai merasa superior dan melupakan sumber kekuatannya yang sejati, mereka membuka diri terhadap keruntuhan. Nubuat ini mengingatkan kita untuk senantiasa rendah hati, mengakui ketergantungan kita kepada Tuhan, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Implikasi dari nubuat ini meluas hingga hari ini, menjadi pengingat bahwa kekuasaan dan kekayaan duniawi bersifat sementara. Yang bertahan adalah nilai-nilai spiritual dan ketaatan kepada prinsip-prinsip ilahi. Kota Tirus, yang pernah menjadi simbol kemakmuran, kini menjadi pelajaran sejarah yang abadi mengenai konsekuensi dari kesombongan dan penolakan terhadap peringatan Ilahi.