Kitab Yehezkiel, seorang nabi yang menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada umat Israel di pembuangan di Babel, penuh dengan nubuat-nubuat yang kuat dan seringkali menakutkan. Salah satu pasal yang menonjol adalah Yehezkiel 29, yang secara khusus menyoroti kehancuran Mesir. Ayat kedua, "Hai anak manusia, tujukanlah mukamu kepada Firaun, raja Mesir, dan nubuatkanlah tentang dia dan tentang seluruh Mesir," menjadi pembuka sebuah ramalan yang akan mengguncang salah satu kekuatan terbesar di dunia kuno.
Pada masa itu, Mesir adalah negara yang kaya raya, memiliki peradaban yang panjang dan pengaruh yang luas. Firaun dianggap sebagai dewa oleh rakyatnya, dan Mesir seringkali menjadi tempat perlindungan bagi bangsa-bangsa yang mencari dukungan. Namun, di mata Tuhan, keangkuhan dan penyembahan berhala Mesir tidak bisa dibiarkan. Tuhan memilih Yehezkiel untuk menyampaikan pesan penghakiman yang tegas. Penggunaan frasa "Hai anak manusia" menekankan kemanusiaan Yehezkiel yang terbatas, namun juga menyoroti bahwa ia adalah utusan ilahi, yang diperintahkan langsung oleh Yang Maha Kuasa.
Nubuat yang disampaikan Yehezkiel bukan sekadar retorika, melainkan pernyataan yang berakar pada ketidaktaatan Mesir terhadap kedaulatan Tuhan. Mesir, dengan segala kekayaannya dan kekuatan militernya, telah sering kali bersekutu dengan umat Israel, namun seringkali dengan motivasi yang salah dan berakhir dengan kekecewaan. Tuhan melihat Mesir sebagai kekuatan yang sombong dan menindas, yang pada akhirnya akan jatuh. Yehezkiel 29:2 adalah titik awal dari sebuah serangkaian nubuat yang meramalkan kehancuran total Mesir, bukan hanya kekalahan militer, tetapi juga kehancuran ekonomi dan sosialnya.
Ayat ini memulai serangkaian peringatan ilahi yang akan menguji iman umat Israel yang terbuang. Dengan Mesir, yang sering dianggap sebagai simbol kekuatan duniawi yang tak tergoyahkan, akan dihancurkan, ini menjadi bukti bahwa tidak ada kekuatan di bumi ini yang dapat menandingi kuasa Tuhan. Keruntuhan Mesir akan menjadi tanda yang jelas bagi semua bangsa bahwa Tuhan adalah penguasa alam semesta. Pengalaman pembuangan di Babel, yang pada dasarnya disebabkan oleh dosa dan ketidaktaatan umat Israel, menjadi semakin pahit ketika mereka menyaksikan bagaimana kekuatan lain yang mereka andalkan pun tidak luput dari murka Tuhan.
Fokus pada Yehezkiel 29:2 mengingatkan kita akan keadilan Tuhan yang mencakup semua bangsa. Pesan ini bukan hanya berlaku untuk Mesir kuno, tetapi juga membawa implikasi teologis yang lebih luas. Ia menunjukkan bahwa keangkuhan, penindasan, dan penolakan terhadap otoritas ilahi pada akhirnya akan menghadapi konsekuensi. Tuhan memerintah atas semua kerajaan dunia, dan tidak ada satu pun yang dapat berdiri tegak tanpa mengakui kedaulatan-Nya. Nubuat ini mempersiapkan umat Israel untuk memahami bahwa pemulihan mereka pada akhirnya akan datang dari Tuhan sendiri, bukan dari sekutu duniawi mana pun.
Penghancuran Mesir yang dinubuatkan di Yehezkiel 29:2 dan pasal-pasal berikutnya akan menjadi pukulan telak bagi Firaun dan rakyatnya. Mesir akan menjadi "kerajaan yang paling rendah," dan tidak akan lagi berkuasa atas bangsa-bangsa. Ini adalah peringatan keras terhadap kesombongan dan kepercayaan diri yang berlebihan, yang seringkali menjadi jebakan bagi banyak individu dan bangsa. Tuhan berkuasa dan akan menegakkan keadilan-Nya, baik melalui pemulihan bagi umat-Nya maupun penghakiman atas mereka yang menentang-Nya.
Sebagai penutup, mari kita renungkan pesan dalam Yehezkiel 29:2. Pesan ini berbicara tentang otoritas Tuhan yang mutlak dan konsekuensi dari penolakan terhadap-Nya. Ia mengingatkan kita untuk tidak menaruh kepercayaan pada kekuatan duniawi yang sementara, melainkan pada Tuhan yang kekal. Kehancuran Mesir, seperti yang dinubuatkan, adalah sebuah pengingat akan keadilan ilahi dan janji pemulihan bagi mereka yang setia kepada Tuhan.