"Anak manusia, sampaikanlah kepada orang-orang sebansamu ini: Jika Aku mendatangkan pedang atas suatu negeri, dan penduduk negeri itu mengambil seorang dari antara mereka menjadi penjaga, lalu orang itu melihat pedang datang atas negeri itu, dan meniup sangkakala untuk memperingatkan orang-orang itu, maka siapa saja yang mendengar bunyi sangkakala itu, tetapi tidak mengindahkan peringatan itu, dan pedang itu datang serta mengambilnya, darahnya adalah tanggungannya sendiri."
(Visualisasi Peringatan Ilahi)
Ayat Yehezkiel 33:1 membuka sebuah pemandangan penting dalam narasi kitab Yehezkiel, memperkenalkan peran krusial seorang penjaga umat di tengah ancaman ilahi. Firman Tuhan ini bukan sekadar sebuah perintah, melainkan sebuah penegasan akan tanggung jawab moral dan spiritual yang diemban oleh mereka yang diberi amanah untuk menyampaikan kebenaran. Dalam konteks historisnya, bangsa Israel sedang menghadapi masa-masa penuh gejolak. Kota Yerusalem dan Bait Suci telah dihancurkan oleh bangsa Babel, dan banyak orang telah dibuang ke pembuangan. Di tengah keputusasaan dan kebingungan ini, Tuhan memilih Yehezkiel untuk menjadi suara-Nya, seorang nabi yang ditugaskan untuk membimbing umat-Nya kembali kepada jalan yang benar.
Perumpamaan tentang penjaga dan sangkakala sangatlah gamblang. Tuhan menempatkan seorang individu, yang kemudian disebut sebagai "penjaga," untuk mengawasi negeri dan masyarakatnya. Tugas utama penjaga ini adalah untuk waspada terhadap bahaya yang akan datang, dalam hal ini diwakili oleh "pedang." Kata "pedang" di sini adalah metafora kuat untuk penghakiman, kehancuran, atau hukuman ilahi yang tak terhindarkan jika umat terus berpaling dari Tuhan. Ketika ancaman tersebut terlihat, sang penjaga memiliki kewajiban suci untuk membunyikan sangkakala. Sangkakala adalah alat peringatan universal, sebuah panggilan mendesak yang seharusnya didengar dan dipahami oleh semua orang.
Poin kritis dalam ayat ini terletak pada konsekuensi ketidaktaatan. Yehezkiel diperintahkan untuk menekankan bahwa barang siapa yang mendengar bunyi sangkakala tetapi memilih untuk mengabaikannya, dan kemudian menjadi korban dari pedang yang datang, maka darahnya adalah tanggungannya sendiri. Ini bukan berarti Tuhan tidak peduli atau bahwa penghakiman-Nya tidak adil. Sebaliknya, ini adalah penekanan pada kebebasan berkehendak manusia dan tanggung jawab pribadi. Tuhan telah menyediakan peringatan yang jelas melalui utusan-Nya, dan umat memiliki pilihan untuk merespons peringatan tersebut atau tidak. Kegagalan untuk bertindak atas peringatan yang diterima membawa konsekuensi yang berat, dan tanggung jawab atas nasib buruk tersebut sepenuhnya berada pada individu yang memilih untuk abai.
Dalam arti yang lebih luas, Yehezkiel 33:1 berbicara kepada kita hari ini. Tuhan terus berbicara kepada umat-Nya melalui berbagai cara, melalui firman-Nya, melalui kesaksian orang-orang percaya, dan melalui panggilan Roh Kudus. Ada bahaya spiritual yang nyata yang mengancam dunia dan setiap individu di dalamnya, terutama bagi mereka yang hidup tanpa pengenalan akan Tuhan. Peringatan tentang konsekuensi dosa dan kebutuhan akan penebusan terus bergema. Pertanyaannya adalah: apakah kita, sebagai individu atau sebagai gereja, mendengarkan bunyi sangkakala ilahi itu? Apakah kita bersedia untuk waspada terhadap ancaman spiritual dan menyampaikan peringatan itu kepada orang lain dengan kasih dan kebenaran? Tanggung jawab untuk merespons panggilan Tuhan dan untuk menjadi penjaga yang setia bagi orang lain adalah amanah yang harus kita jalani dengan sungguh-sungguh.