Yehezkiel 44:3

"Kepada raja, di manapun ia duduk, boleh ia makan roti di sana; tetapi hanya di serambi luar ia boleh masuk, dan pintu gerbangnya haruslah tertutup sesudah ia masuk dan sesudah ia keluar."
Gerbang Masuk Yang Kudus
Ilustrasi gerbang kuil dengan sosok raja memasuki area luar.

Kitab Yehezkiel seringkali menggambarkan visi tentang bait Allah yang dipulihkan. Salah satu aspek yang ditekankan adalah kekudusan dan keteraturan dalam penyembahan kepada Tuhan. Ayat Yehezkiel 44:3, khususnya, menyoroti aturan spesifik mengenai siapa saja yang boleh memasuki dan bagaimana mereka harus berperilaku di dalam area bait Allah.

Ayat ini menyatakan, "Kepada raja, di manapun ia duduk, boleh ia makan roti di sana; tetapi hanya di serambi luar ia boleh masuk, dan pintu gerbangnya haruslah tertutup sesudah ia masuk dan sesudah ia keluar." Perintah ini memberikan wawasan penting mengenai status dan akses raja di hadapan Tuhan, bahkan dalam konteks keagamaan. Meskipun raja memiliki otoritas yang tinggi di dunia, di hadapan kekudusan Tuhan, ada batasan yang harus dihormati.

Poin krusial dari ayat ini adalah pembatasan akses. Raja diperbolehkan untuk makan roti, sebuah tindakan yang seringkali menyiratkan partisipasi atau penerimaan, namun hanya di "serambi luar." Ini berarti ia tidak diizinkan masuk ke area yang lebih suci di dalam bait Allah. Batasan ini menunjukkan bahwa bahkan pemimpin tertinggi pun harus mengakui kesucian Tuhan yang luar biasa. Yerusalem yang baru dan bait Allah yang digambarkan Yehezkiel adalah tempat kehadiran Tuhan yang murni, dan tidak semua orang, terlepas dari status duniawinya, dapat dengan sembarangan memasuki ruang-ruang paling kudus.

Selain itu, instruksi agar "pintu gerbangnya haruslah tertutup sesudah ia masuk dan sesudah ia keluar" menekankan pentingnya keteraturan dan penjagaan terhadap kesucian tempat tersebut. Penutupan pintu gerbang setelah raja masuk dan keluar berfungsi sebagai simbol bahwa akses ke hadirat Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh atau selalu terbuka bagi semua orang setiap saat. Ada waktu dan cara yang tepat untuk mendekat kepada Tuhan, bahkan bagi mereka yang memiliki kedudukan istimewa.

Dalam konteks yang lebih luas, visi Yehezkiel ini mengajarkan bahwa penyembahan kepada Tuhan harus dilakukan dengan rasa hormat, kekhusyukan, dan kesadaran akan keilahian-Nya. Aturan-aturan yang tampaknya ketat ini bukanlah untuk menghalangi orang, melainkan untuk melindungi kekudusan Tuhan dan mengajarkan umat-Nya untuk menghormati-Nya dengan cara yang benar. Di dalam bait Allah yang dipulihkan, setiap orang, termasuk raja, diingatkan tentang kesenjangan antara manusia berdosa dan Tuhan yang kudus, serta pentingnya jalan masuk yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri untuk dapat mendekat kepada-Nya.