"Engkau harus menetapkan bagi orang Lewi bagian seluas dua puluh lima ribu hasta panjangnya dan sepuluh ribu hasta lebarnya. Tanah itu seluruhnya untuk mereka memiliki sebagai tanah warisan."
Simbol representasi tanah suci yang terukur.
Ayat Yehezkiel 45:6 membuka jendela ke dalam visi kenabian yang mendalam mengenai tatanan ideal tanah Israel di masa depan. Penggambaran ini bukan sekadar peta geografis, melainkan cetak biru spiritual dan administratif yang mencerminkan kehendak ilahi untuk umat-Nya. Fokus utama ayat ini adalah penetapan bagian tanah yang spesifik dan luas bagi suku Lewi. Ini bukan sekadar pembagian tanah biasa, tetapi sebuah penegasan akan peran dan kedudukan khusus suku Lewi dalam tatanan masyarakat yang baru.
Dalam Perjanjian Lama, suku Lewi tidak mendapatkan tanah warisan seperti suku-suku Israel lainnya. Tugas mereka adalah melayani di Kemah Suci dan kemudian di Bait Allah, mengurus hal-hal yang kudus, mengajar hukum Taurat, dan memimpin ibadah. Sebagai imbalannya, suku-suku lain memberikan persepuluhan dan persembahan kepada mereka. Ayat ini mengonfirmasi kembali prinsip tersebut, namun dengan memberikan sebuah wilayah yang terdefinisi secara jelas. Penetapan "dua puluh lima ribu hasta panjangnya dan sepuluh ribu hasta lebarnya" menunjukkan ketepatan dan ketertiban ilahi. Angka-angka ini, meskipun mungkin simbolis dalam konteks visi, menekankan pentingnya pengaturan yang terstruktur agar pelayanan dan kehidupan suku Lewi dapat berlangsung dengan baik dan tanpa kekurangan.
Keberadaan tanah yang luas ini bagi orang Lewi memiliki implikasi yang signifikan. Pertama, ini menjamin bahwa mereka dapat memelihara keluarga mereka dan mendukung pekerjaan pelayanan mereka tanpa harus terbebani oleh kebutuhan materi duniawi. Dengan tanah warisan ini, mereka memiliki basis ekonomi yang stabil. Kedua, ini menegaskan identitas mereka sebagai umat yang terpisah untuk melayani Tuhan. Tanah ini menjadi simbol dari dedikasi mereka kepada hal-hal rohani dan keterpisahan mereka dari kegiatan duniawi yang biasa dilakukan oleh suku-suku lain yang bertani atau berdagang. Mereka adalah hamba-hamba Tuhan, dan tanah ini adalah tempat mereka untuk berdiam dan fokus pada tugas kekudusan.
Visi Yehezkiel ini juga berbicara tentang pemulihan dan keadilan ilahi. Setelah masa pembuangan dan ketidaktaatan yang panjang, Tuhan melalui nabi-Nya menunjukkan bahwa Dia akan memulihkan umat-Nya dan mendirikan tatanan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Penetapan tanah bagi orang Lewi ini adalah bagian dari gambaran tentang kesucian, ketertiban, dan kemakmuran spiritual yang akan dialami oleh umat Israel yang setia. Ini adalah janji tentang masa depan di mana kehendak Tuhan ditegakkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pembagian tanah dan pengorganisasian masyarakat.
Lebih jauh lagi, ayat ini dapat dipahami dalam terang penggenapan yang lebih besar dalam Kristus. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah Imam Besar Agung kita, dan melalui Dia, semua orang percaya menjadi imam-imam kerajaan. Pelayanan orang Lewi dalam Perjanjian Lama menjadi bayangan dari pelayanan yang lebih mulia yang kita alami sekarang melalui Kristus. Semua orang percaya dipanggil untuk hidup kudus dan melayani Tuhan. Meskipun kita tidak lagi memiliki pembagian tanah fisik seperti yang dijelaskan dalam visi Yehezkiel, kita memiliki "tanah" rohani yang lebih luas dan kekal—kerajaan Allah yang dijanjikan, tempat kita berdiam bersama-Nya dan melayani Dia dalam Roh. Ayat Yehezkiel 45:6, oleh karena itu, tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya pelayanan yang didedikasikan, tatanan ilahi, dan janji kekal Tuhan bagi umat-Nya.