"Dan pada hari bulan baru, berikanlah seekor lembu jantan muda yang tak bercela sebagai korban bakaran kepada TUHAN, dan enam domba, serta kambing jantan, berikanlah semuanya itu tanpa cacat."
Kitab Yehezkiel merupakan nubuatan yang kaya akan simbolisme, sering kali berkaitan dengan bait Allah, pemulihan, dan hubungan umat dengan Tuhan. Ayat Yehezkiel 46:6 berbicara tentang pengaturan ibadah yang spesifik pada hari bulan baru. Hari bulan baru dalam tradisi Israel adalah salah satu dari banyak hari raya yang ditetapkan Tuhan, menandai permulaan bulan baru dan menjadi waktu untuk persembahan khusus kepada-Nya. Perintah ini menekankan keseriusan dan ketelitian dalam memberikan persembahan: seekor lembu jantan muda yang tak bercela, serta enam domba dan seekor kambing jantan, semuanya tanpa cacat.
Penekanan pada "tak bercela" atau "tanpa cacat" bukan sekadar formalitas. Dalam konteks Perjanjian Lama, persembahan yang tak bercela adalah gambaran dari kesempurnaan yang dituntut oleh kekudusan Tuhan. Hewan yang dipilih haruslah yang terbaik, yang paling sehat, dan tanpa kekurangan fisik sekecil apa pun. Hal ini mencerminkan bahwa hubungan yang benar dengan Tuhan memerlukan pemberian yang terbaik dari diri kita, tanpa menyembunyikan kekurangan atau mempersembahkan sesuatu yang tidak berharga. Persembahan ini tidak hanya menjadi sarana pengampunan dosa, tetapi juga sebagai ungkapan syukur, ketaatan, dan pengabdian kepada Tuhan yang kudus dan sempurna.
Meskipun ayat ini berbicara tentang ritual persembahan dalam tradisi Yahudi kuno, maknanya bergema hingga kini. Dalam teologi Kristen, persembahan tak bercela sering dikaitkan dengan Yesus Kristus, Anak Domba Allah yang sempurna, yang menjadi persembahan terakhir dan sempurna bagi dosa manusia (Yohanes 1:29; Ibrani 9:11-14). Namun, bagi umat percaya di luar konteks hukum Taurat, ayat ini mengajarkan prinsip-prinsip penting:
Meskipun bentuk ibadah telah berubah seiring berjalannya waktu dan pemenuhan nubuat dalam diri Kristus, prinsip di balik Yehezkiel 46:6 tetap relevan. Kita dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita – hati, pikiran, dan tindakan – sebagai respons atas kasih dan pengorbanan Tuhan. Persembahan terbaik kita, yang dilakukan dengan tulus dan tanpa cacat dalam niat kita, adalah wujud penghormatan dan pengabdian kita kepada Sang Pencipta. Ayat ini mengajak kita untuk merefleksikan kualitas persembahan kita kepada Tuhan, baik dalam ibadah pribadi maupun komunal, dan untuk terus berusaha hidup dalam kekudusan yang mencerminkan kasih karunia-Nya.