"Engkau, anak manusia, ambillah sebilah pedang yang tajam; ambillah sebagai pisau cukur bagi orang untuk mencukur kepala dan janggutmu. Pakailah pedang itu untuk memotong dan membuangkan rambut yang telah kaucukur itu pada tiga bagian, dan bakar satu bagian di tengah-tengah kota, kalau genaplah masa pengepungan. Ambil bagian kedua dan potong-potonglah dengan pedang itu di sekeliling kota. Dan bagian ketiga, taburkanlah ke dalam angin, karena Aku akan menghunus pedang terhadap mereka."
Kitab Yehezkiel, seorang nabi yang melayani di masa pembuangan umat Israel di Babel, penuh dengan penglihatan dan nubuat yang sering kali gamblang dan menyentuh hati. Salah satu ayat yang paling mencolok adalah Yehezkiel 5:1. Ayat ini bukanlah sekadar deskripsi ritual simbolis semata, melainkan sebuah representasi visual yang kuat dari murka dan penghakiman Allah yang akan menimpa Yerusalem dan umat-Nya karena ketidaktaatan mereka. Yehezkiel diperintahkan untuk melakukan tindakan dramatis ini sebagai peringatan hidup bagi bangsanya.
Inti dari perumpamaan ini terletak pada tiga bagian rambut yang dicukur dan nasibnya yang berbeda. Pertama, rambut yang dibakar di tengah kota melambangkan penghancuran total dan penderitaan yang akan dialami oleh sebagian besar penduduk Yerusalem. Pembakaran menyimbolkan kehancuran yang tak terhindarkan, pembersihan yang keras, dan akhir dari segala sesuatu yang mereka anggap aman. Ini adalah gambaran api penghakiman Allah yang membersihkan dosa dan kesombongan.
Bagian kedua yang dipotong-potong dengan pedang di sekeliling kota menunjukkan perpecahan dan penyebaran yang akan terjadi. Ini merujuk pada kekalahan militer, pertempuran yang ganas, dan penangkapan banyak orang yang akan dibawa pergi sebagai tawanan ke berbagai tempat. Kata "dipotong-potong" menekankan betapa mengerikannya kekacauan dan penderitaan yang akan mereka hadapi, baik dalam kota maupun saat mencoba melarikan diri. Pedang di sini adalah simbol keadilan ilahi yang menindak kejahatan.
Bagian ketiga yang ditaburkan ke angin menggambarkan nasib umat yang tersisa, mereka yang mungkin berhasil lolos dari pedang dan api, namun tetap akan dibawa pergi dan tercerai-berai di antara bangsa-bangsa. Angin, dalam konteks ini, menyimbolkan kekuatan yang tak terkendali dan tak terduga yang akan membawa mereka pergi dari tanah perjanjian mereka. Ini adalah penegasan bahwa tidak ada tempat aman bagi mereka yang telah mengabaikan panggilan Allah.
Yehezkiel 5:1 merupakan sebuah peringatan yang serius. Ini bukan hanya tentang nasib Yerusalem pada zamannya, tetapi juga mengandung prinsip-prinsip abadi tentang konsekuensi ketidaktaatan dan kesetiaan Allah dalam menegakkan keadilan. Tindakan nabi ini adalah bentuk kasih Allah yang mengingatkan, meski dengan cara yang menyakitkan, agar umat-Nya kembali kepada-Nya sebelum murka-Nya sepenuhnya tercurah. Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan peringatan Tuhan, bahkan ketika itu disampaikan melalui cara-cara yang sulit untuk dipahami atau diterima. Kesetiaan kepada perjanjian ilahi adalah pondasi utama bagi perlindungan dan berkat Allah.
Penggunaan gambaran dramatis ini menekankan betapa seriusnya Allah memandang dosa dan pemberontakan umat-Nya. Yehezkiel menjadi alat peringatan, sebuah pengingat yang hidup akan kebenaran firman Tuhan. Bagi kita saat ini, ayat ini mengajarkan pentingnya pemurnian, ketaatan, dan kesadaran akan penghakiman ilahi. Kehidupan yang berpusat pada ketaatan adalah jalan yang dikehendaki Allah.