"Dan engkau, hai anak manusia, demikianlah firman Tuhan ALLAH: Akhir telah tiba, akhir segala tanah di Israel! Akhir sudah datang."
Ilustrasi: Fajar yang mulai terbit, simbol harapan baru setelah masa sulit.
Ayat Yehezkiel 7:2 ini bukanlah sekadar pengumuman biasa, melainkan sebuah deklarasi dramatis dari Tuhan mengenai akhir dari sesuatu yang besar. Dalam konteksnya, ayat ini merujuk pada kehancuran Israel, sebuah bangsa pilihan Tuhan, yang telah jatuh jauh dari jalan-Nya. Kata "akhir" yang diulang dua kali menekankan ketidakelakan dan totalitas dari peristiwa yang akan datang. Tuhan melalui nabi-Nya, Yehezkiel, menyampaikan pesan yang tegas dan tanpa kompromi mengenai konsekuensi dari dosa dan pemberontakan.
Bagi bangsa Israel pada masa itu, pesan ini pasti terasa seperti guntur di siang bolong. Mereka telah menikmati berkat Tuhan selama berabad-abad, namun perlahan tapi pasti, mereka berpaling dari perjanjian mereka. Kemurtadan, penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, dan kebobrokan moral merajalela. Yehezkiel dipanggil untuk menyampaikan Firman Tuhan di tengah-tengah situasi yang menyedihkan ini, mengingatkan mereka bahwa tindakan mereka memiliki akibat yang nyata. "Akhir segala tanah di Israel" berarti lenyapnya kerajaan, hancurnya kota-kota, dan tercerainya umat Tuhan dari tanah perjanjian yang telah dijanjikan.
Namun, di balik pesan penghakiman yang keras ini, tersimpan juga sebuah nuansa yang lebih dalam. Tuhan tidak menghendaki kebinasaan, melainkan pertobatan. Akhir dari keadaan yang buruk ini diharapkan dapat membawa mereka kembali kepada kesadaran akan kesalahan mereka dan kerinduan untuk kembali kepada Tuhan. Ini adalah peringatan keras yang bertujuan untuk membangkitkan hati yang tertidur, mengingatkan bahwa setiap pilihan hidup memiliki implikasi kekal. Dalam pemahaman teologis yang lebih luas, akhir dari sebuah era atau sistem yang bobrok seringkali menjadi gerbang menuju permulaan yang baru, sebuah kesempatan untuk membangun kembali di atas fondasi yang kokoh dan benar.
Pesan Yehezkiel 7:2 ini relevan bukan hanya bagi bangsa Israel kuno, tetapi juga bagi kita di zaman modern. Kita hidup di dunia yang seringkali penuh dengan ketidakpastian, godaan, dan situasi yang tampaknya tak terselesaikan. Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya integritas spiritual dan moral. Ketaatan pada prinsip-prinsip ilahi bukan hanya soal ritual, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan kita, dari hubungan personal hingga tindakan sosial. Ketika kita melihat dunia di sekeliling kita, atau bahkan di dalam diri kita sendiri, tampaknya menuju "akhir", ini bisa menjadi panggilan untuk introspeksi mendalam. Apakah kita telah menjauh dari prinsip-prinsip yang benar? Apakah kita memerlukan sebuah "akhir" dari kebiasaan buruk atau pola pikir yang merusak untuk memulai perjalanan yang baru dan lebih baik?
Pada akhirnya, Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu. Dia memegang kendali atas sejarah dan nasib setiap individu. Pesan "akhir" dari Yehezkiel adalah pengingat bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali kehendak Tuhan. Namun, bagi mereka yang mencari Tuhan, bahkan di tengah-tengah akhir dari sesuatu, ada janji tentang permulaan yang baru. "Akhir" dalam penghakiman Tuhan adalah sarana untuk pemulihan, sebuah pintu menuju harapan baru yang berakar pada kasih karunia-Nya. Ini mengundang kita untuk selalu hidup dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan, merespons Firman-Nya dengan kerendahan hati, dan mencari jalan-Nya dalam segala situasi.