Ayat Yehezkiel 7:21 adalah sebuah nubuat yang menggugah dan mengerikan, diucapkan oleh nabi Yehezkiel kepada bangsa Israel pada masa-masa keruntuhan Yerusalem. Ayat ini bukan sekadar ramalan belaka, melainkan sebuah peringatan keras yang mengungkapkan murka ilahi terhadap dosa dan kesombongan yang telah merajalela di tengah umat pilihan Allah. Kata-kata ini menekankan bahwa hukuman akan datang bukan hanya dari faktor eksternal, tetapi juga sebagai akibat dari tindakan dan sikap bangsa itu sendiri yang telah menyimpang dari jalan Tuhan.
Dalam konteks sejarahnya, nubuat ini ditujukan kepada Yerusalem yang sedang menghadapi ancaman dari bangsa Babel. Keangkuhan yang disebutkan dalam ayat ini bisa diartikan sebagai rasa aman yang berlebihan, keyakinan diri yang salah kaprah, dan penolakan untuk merendahkan hati serta mengakui kesalahan di hadapan Tuhan. Bangsa Israel, yang merasa diri mereka istimewa sebagai umat perjanjian, seringkali jatuh ke dalam kesombongan dan menganggap remeh peringatan-peringatan kenabian.
Poin krusial dalam ayat ini adalah kalimat "Maka Aku akan mendatangkan yang paling jahat dari segala bangsa, untuk merampas rumah mereka." Pernyataan ini menunjukkan bahwa Allah, dalam kedaulatan-Nya, dapat menggunakan bangsa-bangsa lain, bahkan yang paling kejam sekalipun, sebagai alat untuk melaksanakan penghakiman-Nya. Ini bukanlah berarti Allah menyukai kejahatan bangsa-bangsa tersebut, melainkan bahwa Dia dapat mengizinkan dan mengarahkan tindakan mereka untuk memenuhi tujuan keadilan ilahi. Rumah-rumah, yang melambangkan tempat tinggal, keluarga, dan segala apa yang mereka miliki, akan menjadi sasaran perampasan. Ini adalah gambaran kehancuran total dan hilangnya segala sesuatu yang berharga.
Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti bagaimana "keangkuhan mereka akan dihentikan". Keangkuhan adalah akar dari banyak dosa. Ia membuat seseorang merasa superior, tidak membutuhkan Tuhan, dan tidak peduli pada sesama. Ketika keangkuhan ini dihancurkan, itu bisa menjadi proses yang menyakitkan, tetapi seringkali diperlukan agar individu atau bangsa dapat kembali pada kerendahan hati dan ketergantungan pada Tuhan. Penghentian keangkuhan ini diwujudkan melalui pengalaman pahit dari kehilangan dan penghinaan.
Aspek yang sangat tragis adalah "tempat-tempat kudus mereka akan dinajiskan." Bait Suci di Yerusalem adalah pusat penyembahan dan tempat kediaman Allah di bumi. Kenajisan tempat kudus ini menunjukkan bahwa dosa telah merusak hubungan umat dengan Tuhan sedemikian rupa sehingga tempat yang paling suci pun tidak luput dari dampak penghakiman. Najis berarti terkontaminasi, tidak murni, dan tidak layak untuk berhadapan dengan kekudusan Allah. Ini adalah gambaran yang sangat menyedihkan tentang sejauh mana umat tersebut telah jatuh dari kasih karunia Tuhan.
Yehezkiel 7:21 mengajarkan kita pelajaran penting tentang konsekuensi dosa, terutama kesombongan dan penolakan terhadap kehendak Tuhan. Ia mengingatkan kita bahwa Allah adalah Allah yang kudus dan adil, yang tidak dapat mentolerir dosa tanpa konsekuensi. Namun, di balik peringatan keras ini, selalu ada harapan bagi mereka yang mau bertobat dan kembali kepada-Nya.nubuat ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa menjaga hati dari kesombongan, menghargai tempat ibadah, dan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan.