Ayat Yeremia 10:5 menyajikan sebuah gambaran yang kuat dan tegas mengenai perbedaan antara ilah yang sesungguhnya dan berhala buatan manusia. Nabi Yeremia, dalam pesannya yang ditujukan kepada umat Israel, menggunakan perumpamaan yang mudah dipahami untuk menyoroti ketidakberdayaan patung-patung yang disembah. Ia membandingkannya dengan tiang yang digunakan untuk menopang tanaman mentimun di ladang. Tiang ini, meskipun tegak berdiri, sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk bergerak, berbicara, atau berinteraksi dengan lingkungannya. Ia hanyalah sebuah objek mati yang membutuhkan pertolongan untuk dipindahkan.
Perumpamaan ini sangat relevan. Berhala yang disembah orang seringkali adalah benda-benda yang dibuat dengan tangan manusia, terbuat dari kayu, batu, atau logam. Mereka diberi bentuk dan hiasan yang megah, namun pada hakikatnya, mereka tetaplah benda mati. Mereka tidak memiliki kesadaran, tidak memiliki kehendak, dan tentu saja, tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa pun. Mengapa manusia kemudian memilih untuk menaruh harapan, kepercayaan, dan bahkan rasa takut mereka pada sesuatu yang begitu pasif dan tidak berdaya? Yeremia menekankan bahwa segala sesuatu yang dihasilkan oleh tangan manusia, sekecil apapun atau semegah apapun, tidak akan pernah bisa menyamai kebesaran dan kuasa Sang Pencipta.
Lebih jauh lagi, Yeremia secara eksplisit menyatakan bahwa kita tidak perlu takut pada berhala-berhala tersebut. Ketakutan adalah respons terhadap ancaman, terhadap sesuatu yang berpotensi mendatangkan bahaya atau kerugian. Namun, berhala tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan celaka sedikitpun. Sebaliknya, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kebaikan. Mereka sepenuhnya netral dalam hal dampak. Semua harapan, baik untuk perlindungan maupun untuk keberuntungan, yang disandarkan pada berhala adalah sia-sia. Keyakinan ini bukan hanya tentang menolak penyembahan berhala, tetapi juga tentang mengalihkan fokus dari apa yang fana dan tidak berdaya kepada Yang Mahakuasa dan Mahakasih.
Dalam konteks modern, perenungan ini masih sangat relevan. Berhala tidak hanya berbentuk fisik. Berhala bisa berupa uang, kekuasaan, popularitas, teknologi, atau bahkan keyakinan diri yang berlebihan, yang disembah di atas segalanya. Ketika hal-hal duniawi ini menjadi pusat kehidupan kita, mengalahkan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, maka kita tanpa sadar telah membangun berhala baru. Yeremia mengingatkan kita untuk senantiasa menguji apa yang menjadi fokus utama hidup kita. Apakah kita menaruh kepercayaan kita pada hal-hal yang rapuh dan sementara, atau pada Dia yang adalah sumber segala kekuatan dan kebaikan yang abadi?
Kekuatan sejati tidak datang dari patung yang kaku atau dari ilusi duniawi. Kekuatan sejati datang dari keyakinan yang teguh pada Tuhan yang Mahakuasa, yang menciptakan langit dan bumi, yang mengatur alam semesta, dan yang peduli pada setiap detail kehidupan umat-Nya. Ayat Yeremia 10:5 adalah pengingat penting agar kita tidak tersesat dalam kesia-siaan, melainkan senantiasa mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Sumber kehidupan yang sesungguhnya.