Demikianlah firman TUHAN kepadaku: "Ambilah seorang istri, yang dijual dalam persundalan, karena negeri ini sangat sundal, meninggalkan TUHAN."
Ayat Yeremia 13:2 menghadirkan gambaran yang kuat dan mengejutkan. TUHAN memerintahkan Nabi Yeremia untuk mengambil seorang istri yang "dijual dalam persundalan". Perintah ini bukan tanpa alasan. TUHAN menjelaskan bahwa ini adalah simbolisasi dari kondisi bangsa Israel pada masa itu, yang digambarkan sebagai "negeri ini sangat sundal, meninggalkan TUHAN". Perintah ini adalah sebuah teguran keras, sebuah metafora visual untuk menyampaikan kebejatan moral dan spiritual yang merajalela.
Kesetiaan adalah fondasi dari hubungan, baik itu hubungan pernikahan maupun hubungan antara umat dengan Tuhan. Dalam konteks ini, persundalan atau perzinahan melambangkan pengkhianatan dan ketidaksetiaan. Bangsa Israel, yang seharusnya menjadi umat pilihan TUHAN dan hidup dalam perjanjian setia, justru berpaling kepada ilah-ilah lain dan mengikuti praktik-praktik yang tidak berkenan di hadapan-Nya. Mereka telah "menjual diri" kepada berhala-berhala dan gaya hidup yang menjauhkan mereka dari sumber kehidupan sejati.
Dalam ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini, TUHAN memerintahkan Yeremia untuk membuat sabuk dari linen dan mengikatkannya pada pinggangnya. Sabuk ini melambangkan kemuliaan dan kebanggaan bangsa Israel. Namun, sabuk tersebut kemudian disembunyikan di antara batu-batu di tepi sungai Efrat dan menjadi rusak. Kerusakan sabuk ini menjadi gambaran nyata dari kehancuran dan pembuangan yang akan menimpa Yehuda dan Yerusalem.
Kecantikan dan kebanggaan yang seharusnya dimiliki oleh umat Allah telah ternoda dan rusak akibat dosa dan ketidaksetiaan mereka. Sebagaimana sabuk linen yang indah menjadi usang dan tidak berguna setelah tersembunyi di tanah, demikian pula kemuliaan Israel akan lenyap karena mereka meninggalkan TUHAN. Perintah untuk mengambil istri sundal di awal pasal ini menjadi pengantar yang kuat untuk menggambarkan betapa dalamnya jurang pemisahan antara Israel dengan kekudusan TUHAN. Mereka telah mengotori diri mereka sendiri dengan perbuatan dosa, seperti seorang wanita yang kehilangan kehormatannya.
Pesan dalam Yeremia 13:2, meskipun terdengar keras, adalah sebuah peringatan yang penuh kasih. TUHAN tidak ingin melihat umat-Nya hancur. Perintah-perintah profetik ini adalah panggilan untuk kesadaran dan pertobatan. TUHAN menunjukkan kepada mereka konsekuensi dari tindakan mereka, berharap mereka akan berbalik dan kembali kepada-Nya.
Pesan ini tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan pribadi maupun sosial, kesetiaan adalah nilai yang krusial. Ketika kita mengabaikan prinsip-prinsip moral dan spiritual, atau ketika kita berpaling dari nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, kita juga berisiko menjadi seperti sabuk yang rusak, kehilangan keindahan dan fungsinya. Kesetiaan kepada TUHAN, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan, adalah kunci untuk menjaga kemurnian dan kedekatan dengan-Nya. Mari kita renungkan pesan ini dan memastikan bahwa kita tetap setia kepada Sumber kehidupan kita.
Pelajari lebih lanjut tentang Kitab Yeremia pasal 13 di SABDA.