"Juga datanglah firman TUHAN kepadaku: "Janganlah engkau mengambil seorang istri bagi dirimu dan janganlah engkau mempunyai anak laki-laki atau perempuan di tempat ini."
Kitab Yeremia adalah salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama yang penuh dengan pesan-pesan penting dari Allah kepada umat-Nya. Ayat pertama dari pasal ke-16, Yeremia 16:1, menyajikan sebuah perintah yang unik dan mungkin membingungkan: Allah memerintahkan Nabi Yeremia untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak di tanah Yehuda. Perintah ini bukanlah sekadar larangan pribadi, melainkan sebuah tanda profetik yang sarat makna.
Pada masa itu, Yehuda sedang berada di ambang kehancuran. Bangsa Israel telah lama memberontak terhadap Allah, menyembah berhala, dan mengabaikan hukum-hukum-Nya. Nubuat-nubuat para nabi sebelumnya, termasuk Yeremia sendiri, telah berulang kali memperingatkan tentang murka Allah yang akan datang dalam bentuk hukuman ilahi. Yeremia ditugaskan untuk menyampaikan pesan-pesan peringatan ini kepada bangsa yang keras kepala.
Perintah untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak di tempat itu menjadi simbol konkret dari keputusasaan dan kehancuran yang akan melanda Yehuda. Dengan tidak memiliki keluarga sendiri, Yeremia secara visual merepresentasikan masa depan yang suram, sebuah masa di mana kelahiran baru dan keberlangsungan keluarga akan terhenti karena kejatuhan kota dan pembuangan bangsa. Ini adalah cara Allah untuk menegaskan betapa seriusnya situasi yang dihadapi umat-Nya. Kehidupan normal, sukacita keluarga, dan harapan akan generasi penerus akan segera hilang.
Dalam konteks profetik, hidup Yeremia menjadi sebuah khotbah yang hidup. Setiap aspek kehidupannya, termasuk penolakannya terhadap pernikahan dan keturunan di tanah itu, adalah sebuah pengajaran yang tak terucapkan. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya hukuman yang akan datang, sedemikian rupa sehingga bahkan tindakan yang paling mendasar untuk melanjutkan kehidupan keluarga pun harus dihentikan. Yeremia harus sepenuhnya memisahkan dirinya dari kesenangan dan harapan normal seorang pria Yahudi agar seluruh perhatian dan pesannya tertuju pada peringatan yang Allah berikan.
Meskipun perintah ini terlihat keras dan menyedihkan, ia juga mengungkapkan kasih Allah yang peduli terhadap umat-Nya. Melalui peringatan-peringatan ini, Allah memberikan kesempatan terakhir bagi Yehuda untuk bertobat. Yeremia bertindak sebagai utusan ilahi yang menyampaikan kebenaran, meskipun itu berarti penderitaan pribadi baginya. Kisah Yeremia mengingatkan kita bahwa firman Allah terkadang datang dalam bentuk yang menantang dan tidak nyaman, namun selalu memiliki tujuan ilahi yang lebih besar, yaitu membawa kita kembali kepada jalan yang benar.
Memahami Yeremia 16:1 membantu kita mengapresiasi kedalaman pengorbanan para nabi dan keseriusan peringatan Allah terhadap dosa. Pesan ini, meskipun disampaikan ribuan tahun lalu, tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya ketaatan kepada Allah dan konsekuensi dari ketidaktaatan. Yeremia 16:1 bukan hanya tentang larangan, melainkan tentang sebuah pesan ilahi yang disampaikan melalui hidup seorang nabi, sebuah pesan tentang penghakiman yang akan datang tetapi juga tentang panggilan untuk kembali kepada Allah.