Yeremia 2:17

"Bukankah engkau sendiri yang menimpakan malapetaka ini ke atas dirimu, oleh karena TUHAN, Allahmu, memimpinkan engkau di jalan?"

Firman Tuhan dalam Kitab Yeremia, pasal 2 ayat 17, adalah sebuah teguran keras yang menggema sepanjang zaman. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah tentang dosa bangsa Israel, melainkan sebuah pengingat abadi tentang konsekuensi menjauh dari Sang Pencipta. Dalam bahasa yang lugas dan tanpa basa-basi, Nabi Yeremia menyampaikan pesan ilahi yang menekankan bahwa malapetaka yang menimpa umat pilihan Tuhan bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba atau tanpa sebab. Sebaliknya, itu adalah buah dari penolakan mereka terhadap pimpinan Tuhan dan pilihan mereka untuk berpaling ke jalan-jalan yang menyesatkan.

Simbol jalan bercabang dengan tanda seru

Ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhan, dalam kasih dan keadilan-Nya, memberi kita kebebasan memilih. Namun, pilihan-pilihan tersebut memiliki konsekuensi yang tak terhindarkan. Ketika kita memilih untuk mengikuti jalan-jalan duniawi, menolak ajaran-Nya, dan mengabaikan suara-Nya yang membimbing melalui firman-Nya dan Roh Kudus, kita sebenarnya sedang menabur benih kehancuran bagi diri kita sendiri. "Malapetaka ini" bukanlah hukuman acak, melainkan cerminan langsung dari keputusan kita sendiri.

TUHAN, Allah kita, memimpinkan kita di jalan. Frasa ini sangat penting. "Memimpinkan" di sini bukan berarti membuat kita tersesat. Sebaliknya, ini berarti Tuhan menetapkan jalan yang benar, jalan yang penuh berkat, kedamaian, dan kehidupan yang berkelimpahan. Namun, jika kita memilih untuk tidak mengikuti "jalan" yang telah Dia tunjukkan, kita akan "tersesat" oleh pilihan kita sendiri. Kesalahan bukanlah pada pimpinan Tuhan, melainkan pada ketidaktaatan kita terhadap pimpinan tersebut.

Dalam konteks kekinian, Yeremia 2:17 mengajarkan kita untuk introspeksi. Di tengah berbagai pilihan hidup, godaan, dan tekanan sosial, marilah kita senantiasa bertanya: "Apakah jalan yang sedang kutempuh ini adalah jalan yang dikehendaki Tuhan?" Seringkali, kita menyalahkan keadaan, orang lain, atau bahkan Tuhan ketika kesulitan datang. Namun, ayat ini mengajak kita untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas kehidupan kita. Kita adalah agen aktif dalam menentukan arah perjalanan spiritual dan moral kita.

Menolak Tuhan berarti menolak sumber kehidupan dan hikmat sejati. Ketergantungan pada kekuatan sendiri, kebijaksanaan dunia, atau berhala-berhala modern (seperti kekayaan, kekuasaan, atau popularitas) pada akhirnya akan membawa pada kekecewaan dan kehancuran, sebagaimana yang dialami oleh bangsa Israel. Keindahan warna-warna cerah dalam kehidupan duniawi mungkin menarik pada awalnya, namun jika tidak berakar pada kebenaran ilahi, ia akan memudar dan meninggalkan kekosongan.

Oleh karena itu, Yeremia 2:17 adalah panggilan untuk kembali. Kembali kepada Tuhan, kembali kepada firman-Nya, dan kembali ke jalan yang benar yang telah Dia tetapkan. Kesadaran akan tanggung jawab pribadi ini adalah langkah pertama menuju pemulihan. Dengan kerendahan hati, kita dapat memohon tuntunan-Nya, mengakui kesalahan kita, dan dengan sukarela mengikuti jalan yang telah Dia persiapkan, jalan yang menuju kehidupan kekal.