"Engkau berkata, 'Aku akan membangun rumah bagiku yang luas, dengan kamar-kamar atas yang lapang, dan membuat jendela-jendela besar padanya, dan melapisi dengan kayu aras, serta mengecatnya dengan warna merah tua.'"
Ilustrasi: Kemewahan dan kekosongan batin.
Ayat Yeremia 22:14 menggambarkan sebuah gambaran yang sangat jelas tentang keinginan Raja Yoyakim untuk membangun sebuah istana yang megah. Frasa "rumah bagiku yang luas, dengan kamar-kamar atas yang lapang, dan membuat jendela-jendela besar padanya, dan melapisi dengan kayu aras, serta mengecatnya dengan warna merah tua" melukiskan sebuah kemewahan yang luar biasa. Kayu aras dikenal sebagai bahan bangunan yang sangat mahal dan tahan lama, sering digunakan untuk pembangunan kuil dan istana raja-raja di zaman kuno. Cat merah tua mungkin menunjukkan kekayaan dan status, memberikan sentuhan visual yang memukau.
Namun, inti dari peringatan Tuhan melalui Nabi Yeremia tidak terletak pada keindahan arsitektur itu sendiri, melainkan pada motivasi di baliknya. Ayat-ayat selanjutnya dalam pasal yang sama mengungkap sisi gelap dari pembangunan istana ini. Pembangunan yang begitu megah itu ternyata dibiayai dengan cara-cara yang tidak adil dan menindas. Orang-orang dipaksa bekerja tanpa upah yang layak, dan sumber daya rakyat dikuras habis demi memenuhi keserakahan dan keinginan pribadi sang raja. Ini adalah gambaran klasik dari pemimpin yang lebih mementingkan pencitraan dan kemegahan pribadi daripada kesejahteraan umat yang dipimpinnya.
Dalam konteks modern, ayat Yeremia 22:14 tetap relevan. Kita hidup di zaman di mana kemewahan dan tampilan luar seringkali diagung-agungkan. Banyak orang berlomba-lomba untuk memiliki rumah besar, mobil mewah, dan berbagai simbol status lainnya. Media sosial memperparah kecenderungan ini, mendorong kita untuk terus-menerus menampilkan citra kesuksesan dan kebahagiaan, seringkali tanpa menyadari bahwa di balik fasad yang berkilauan itu, bisa saja ada kekosongan batin, ketidakadilan, atau hubungan yang rusak.
Pesan Tuhan yang disampaikan melalui Yeremia adalah peringatan keras terhadap keserakahan dan kesombongan. Memiliki sumber daya dan kemampuan untuk membangun sesuatu yang indah dan mengesankan bukanlah dosa. Masalahnya muncul ketika keinginan tersebut didorong oleh ego, mengabaikan keadilan, dan melupakan tanggung jawab moral serta spiritual. Bangunan yang mewah, seindah apa pun itu, tidak akan memberikan kebahagiaan sejati jika fondasinya dibangun di atas penderitaan orang lain atau jika hati pemiliknya kosong dari kasih dan kepedulian.
Yeremia 22:14 mengajarkan kita untuk introspeksi. Apa yang mendorong kita dalam membangun "rumah" kita, baik secara harfiah maupun metaforis? Apakah itu untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama, atau hanya untuk memuaskan keinginan duniawi dan mencari pengakuan? Tuhan melihat hati. Kemegahan luar bisa menipu, tetapi ketulusan dan keadilan adalah nilai yang abadi. Marilah kita membangun kehidupan kita dengan fondasi yang kokoh, yang bukan hanya indah dipandang, tetapi juga dipenuhi dengan integritas, kasih, dan keadilan. Jangan sampai kita seperti Yoyakim, dikelilingi kemewahan, namun hati kita merana dalam kekosongan rohani.