Simbol keadilan dan ketegasan
Ayat Yeremia 23:22 ini merupakan peringatan keras dari Allah kepada para nabi palsu pada masanya. Di tengah-tengah umat pilihan-Nya, terdapat banyak suara yang mengaku berbicara atas nama TUHAN, namun ajaran dan motivasi mereka ternyata tidak bersumber dari kebenaran ilahi. Ayat ini secara spesifik menyoroti situasi di mana para nabi ini merasa telah berdiri di hadirat Allah, bahkan berani berkhotbah demi nama-Nya. Namun, ironisnya, mereka melakukannya "dengan sia-sia."
Frasa "dengan sia-sia" menunjukkan bahwa meskipun mereka menggunakan nama Tuhan, khotbah mereka tidak menghasilkan buah yang rohani. Bisa jadi ajaran mereka menyesatkan, membenarkan dosa, atau bahkan sekadar mencari keuntungan pribadi daripada membawa umat kepada pertobatan dan pengenalan akan Allah yang sejati. Lebih tragis lagi, ayat ini menyatakan, "Aku sendiri yang mengutus mereka, firman TUHAN." Pernyataan ini mungkin terdengar membingungkan, tetapi dalam konteks yang lebih luas, ini bisa diartikan bahwa Allah mengizinkan mereka untuk tampil dan berkhotbah sebagai bagian dari ujian dan penghakiman-Nya atas umat yang telah berpaling dari-Nya. Allah membiarkan kebohongan itu bergema agar umat-Nya belajar membedakan suara-Nya yang asli.
Sebagai respons terhadap kepalsuan yang merajalela ini, Allah menyatakan, "Aku sendiri yang mengutus mereka, firman TUHAN, maka Aku akan menyembunyikan wajah-Ku dari rumah ini, sampai mereka dihukum." Ini adalah konsekuensi yang berat. Menarik diri dari umat-Nya, tidak lagi menunjukkan kasih karunia dan tuntunan-Nya secara nyata, adalah hukuman yang paling mengerikan. "Menyembunyikan wajah-Ku" berarti menolak untuk berinteraksi, menolak untuk memberikan bimbingan, menolak untuk memberikan berkat. Ini adalah keadaan ditinggalkan, di mana umat dibiarkan menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka sendiri. Hukuman ini akan terus berlangsung sampai para nabi palsu itu, dan mungkin juga umat yang mendengarkan mereka, menerima keadilan ilahi.
Pesan Yeremia 23:22 tetap relevan hingga kini. Dalam dunia yang penuh dengan berbagai macam informasi dan suara, termasuk dalam ranah rohani, kita perlu berhati-hati untuk membedakan mana ajaran yang benar dan mana yang menyesatkan. Perlu ada evaluasi terhadap sumber khotbah, motivasi di baliknya, dan buah yang dihasilkan. Apakah ajaran tersebut membawa kita lebih dekat kepada Kristus, mendorong kita untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, atau justru membawa kita menjauh dari Allah dan kebenaran-Nya? Ketaatan pada Firman Tuhan yang asli, doa yang tulus, dan kebijaksanaan ilahi adalah kunci agar kita tidak tersesat oleh ajaran-ajaran yang "sia-sia," betapapun fasihnya suara yang menyampaikannya. Allah adalah Allah yang kudus dan adil, dan Dia mengharapkan umat-Nya untuk hidup dalam kebenaran.