"Beginilah firman TUHAN: "Bahwa sesungguhnya, Aku akan menyerahkan Zedekia, raja Yehuda, dan para pegawainya dan rakyatnya, dan mereka yang tertinggal dalam kota ini dari penyakit sampar, dari pedang dan dari kelaparan ke tangan musuh mereka, ke tangan mereka yang ingin membunuh nyawa mereka. Dan mereka akan Kuberikan ke dalam tangan Nebukadnezar, raja Babel, dan ke tangan tentaranya, dan mereka akan Kuberikan ke dalam tangan musuh mereka, yang ingin membunuh nyawa mereka; dan ia akan memukul mereka dengan mata pedang, dan tidak akan ada yang tersisa, dan tidak akan ada yang luput."
Ayat Yeremia 34:21 merupakan kutipan yang kuat dari nubuat Nabi Yeremia mengenai nasib kota Yerusalem dan raja Zedekia. Ayat ini tidak hanya sekadar laporan sejarah, tetapi juga sebuah peringatan ilahi yang mendalam tentang konsekuensi serius dari ketidaktaatan terhadap perjanjian Allah dan pengabaian terhadap prinsip-prinsip keadilan. Pesan ini disampaikan di tengah-tengah masa-masa sulit ketika Yehuda sedang menghadapi invasi dari Kekaisaran Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini menyoroti titik balik penting. Bangsa Israel, melalui raja Zedekia, telah membuat perjanjian untuk membebaskan budak-budak mereka sebagai tanda kesetiaan dan pemulihan perjanjian dengan Allah. Namun, mereka kemudian mengingkari janji tersebut, menarik kembali budak-budak yang telah dibebaskan. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap firman Allah dan merupakan penolakan terhadap keadilan serta belas kasihan. Allah, melalui Yeremia, menyatakan bahwa karena pelanggaran ini, kota Yerusalem akan jatuh ke tangan musuh, dan penduduknya akan menderita berbagai bencana: penyakit sampar, pedang, dan kelaparan. Penekanan pada "penyakit sampar, pedang, dan kelaparan" menunjukkan kehancuran total yang akan menimpa kota tersebut. Ini adalah gambaran keputusasaan yang ekstrem, di mana tidak ada jalan keluar yang aman atau perlindungan yang efektif. Ayat tersebut secara gamblang menyatakan bahwa Zedekia, para pegawainya, dan rakyatnya akan diserahkan ke tangan musuh mereka, yaitu Nebukadnezar dan tentaranya, yang tidak akan menunjukkan belas kasihan. Tidak ada yang akan luput dari kehancuran ini. Ini adalah konsekuensi dari pilihan mereka untuk mengabaikan kehendak Allah dan mengingkari janji yang telah mereka buat. Makna dari Yeremia 34:21 melampaui sekadar peristiwa sejarah. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, terutama ketika menyangkut hubungan kita dengan Tuhan dan bagaimana kita memperlakukan sesama. Allah adalah Allah yang adil dan kudus, dan Dia memanggil umat-Nya untuk hidup dalam kebenaran, keadilan, dan belas kasihan. Mengabaikan prinsip-prinsip ini, seperti yang dilakukan oleh pemimpin Yehuda, akan membawa pada kehancuran. Namun, di balik peringatan yang keras ini, seringkali terselip juga janji pemulihan dalam narasi Alkitab. Meskipun ayat ini berfokus pada penghukuman, kitab Yeremia secara keseluruhan juga dipenuhi dengan nubuat tentang harapan dan pemulihan bagi umat Allah yang bertobat. Ini mengajarkan bahwa meskipun konsekuensi dari dosa itu nyata dan berat, Allah juga adalah Allah yang penuh kasih karunia dan pengampunan bagi mereka yang datang kepada-Nya dengan hati yang hancur dan bertobat. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan pentingnya integritas, janji yang ditepati, dan penghormatan terhadap otoritas ilahi. Dalam kehidupan modern, pesan ini tetap relevan, mengingatkan kita untuk selalu hidup sesuai dengan nilai-nilai ilahi, menunjukkan belas kasihan, dan memegang teguh komitmen kita kepada Tuhan dan sesama.