Kitab Yeremia adalah saksi bisu dari masa-masa kelam bagi umat Israel. Yeremia, sang nabi yang kerap kali menyampaikan pesan-pesan keras dan peringatan ilahi, hidup di tengah gejolak politik dan ancaman kehancuran dari bangsa Babilonia. Dalam konteks ini, pasal 38 dari Kitab Yeremia mencatat sebuah peristiwa dramatis yang melibatkan sang nabi sendiri dan seorang abdi istana yang berhati mulia, Ebed-Melekh. Ayat 26, yang kita soroti kali ini, merupakan kelanjutan dari percakapan antara Yeremia dan Ebed-Melekh di dalam lubang penjara yang berlumpur, tempat Yeremia dijebloskan karena perkataannya yang dianggap memberontak.
Ebed-Melekh, seorang Kushite yang bekerja di istana Raja Zedekia, mendengar tentang penderitaan Yeremia. Dengan keberanian yang luar biasa, ia meminta izin dari raja untuk menarik Yeremia keluar dari sumur berlumpur itu, menunjukkan belas kasihan dan kepedulian di tengah kekejaman. Setelah Yeremia diselamatkan, ia dikumpulkan di pelataran istana, dan di sanalah ia menerima pesan dari Tuhan yang kemudian ia sampaikan kepada Ebed-Melekh.
Ayat Yeremia 38:26 ini sangat penting karena ia menunjukkan dualitas pesan Tuhan. Di satu sisi, Tuhan mengkonfirmasi murka-Nya terhadap Yerusalem. Perkataan, "Sesungguhnya, Aku akan menggenapi firman-Ku tentang kota ini untuk kebinasaan, bukan untuk kesejahteraan," adalah penegasan kembali akan datangnya penghakiman yang tidak terhindarkan. Kehancuran Yerusalem oleh Babilonia sudah menjadi ketetapan ilahi sebagai konsekuensi dari ketidaktaatan dan dosa umat. Kata "kebinasaan" dan "bukan untuk kesejahteraan" menggarisbawahi keparahan situasi.
Namun, di sisi lain, ayat ini juga memberikan sebuah wawasan yang mendalam tentang bagaimana Tuhan bekerja, bahkan di tengah penghakiman. Pesan ini disampaikan kepada Ebed-Melekh, seorang individu yang telah menunjukkan kebaikan dan keberanian di saat yang paling gelap. Pernyataan Tuhan, "pada hari itu semuanya akan terjadi di depan matamu," seolah-olah menyampaikan bahwa meskipun penghakiman itu akan terjadi, orang-orang yang setia dan peduli seperti Ebed-Melekh akan menyaksikan langsung bagaimana Tuhan menggenapi rencana-Nya. Ini bukan berarti ia akan bersukacita atas kehancuran, tetapi ia akan menjadi saksi bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal, baik yang berkenaan dengan penghakiman maupun, pada akhirnya, pemulihan.
Kisah Ebed-Melekh dan pesan yang diterima dari Yeremia melalui Tuhan mengajarkan kita banyak hal. Pertama, keberanian untuk berbuat baik di tengah ketidakadilan akan diperhatikan oleh Tuhan. Ebed-Melekh tidak hanya diam melihat ketidakadilan menimpa Yeremia, tetapi ia bertindak. Tindakannya membuahkan hasil, menyelamatkan nyawa nabi. Kedua, pesan Tuhan, meskipun sering kali mengandung peringatan dan penghakiman, selalu disampaikan dengan tujuan akhir yang lebih besar, yaitu kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Bahkan di tengah kehancuran, Tuhan tetap berkuasa dan pada waktunya akan membawa pemulihan.
Bagi Ebed-Melekh, firman Tuhan ini mungkin terasa berat dan penuh kesedihan, karena ia akan menyaksikan kehancuran kota tercintanya. Namun, hal itu juga bisa menjadi pengingat akan kesetiaan Tuhan, yang bahkan melalui penghakiman pun tetap memenuhi janji-Nya. Pesan Yeremia 38:26 adalah pengingat yang kuat bahwa di tengah masa-masa paling kelam dalam sejarah manusia, kedaulatan dan firman Tuhan tetap teguh. Ini memberikan dasar pengharapan, bahkan ketika kelihatannya semuanya hancur.
Ilustrasi pertemuan penting di tengah masa sulit.