Kitab Kejadian, terutama pada pasal kelima, menyajikan sebuah silsilah keturunan Adam hingga Nuh. Daftar nama-nama yang panjang ini mungkin terasa monoton bagi sebagian pembaca. Namun, di tengah daftar panjang tersebut, muncul satu nama yang menonjol: Henokh. Ayat Kejadian 5:17 menyebutkan bahwa Henokh hidup sesudah memperanakkan Metusalah selama tiga ratus tahun dan memiliki keturunan lainnya. Sekilas, ini hanyalah catatan biasa tentang masa hidup dan reproduksi. Namun, jika kita menggali lebih dalam, sosok Henokh membawa sebuah perspektif unik dalam narasi panjang tentang keberlangsungan hidup manusia di bumi pada masa awal.
Kehidupan Henokh bukanlah sekadar tentang jumlah tahun yang ia jalani atau anak-anak yang ia miliki, sebagaimana tercatat dalam Kejadian 5:17. Kisahnya menjadi istimewa karena ia adalah salah satu dari dua individu dalam Perjanjian Lama yang tidak mengalami kematian jasmani. Kejadian 5:24 dengan tegas menyatakan, "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah. Sesudah itu ia tidak ada lagi, karena Allah mengambil dia." Pernyataan ini sangat berbeda dengan nasib generasi lain yang hidup dan akhirnya mati.
Fokus pada masa hidup Henokh setelah memperanakkan Metusalah selama tiga ratus tahun, seperti yang disebutkan dalam Kejadian 5:17, memberikan gambaran tentang bagaimana ia menghabiskan sebagian besar masa dewasanya setelah menjadi ayah. Ini adalah periode di mana ia terus hidup, beranak-cucu, namun juga, menurut narasi yang lebih luas, ia hidup dalam persekutuan yang intim dengan Allah. Kehidupannya ini menjadi bukti bahwa kesalehan dan ketaatan dapat membawa perbedaan dalam perjalanan hidup seseorang, bahkan dalam konteks garis keturunan yang panjang dan cenderung diwarnai oleh dosa.
Ayat Kejadian 5:17, meskipun ringkas, adalah bagian dari narasi yang lebih besar yang menyoroti pentingnya hubungan dengan Sang Pencipta. Henokh mengajarkan kita bahwa meskipun kita hidup di tengah dunia yang penuh dengan tantangan, kesibukan, dan kewajiban keluarga, ada ruang untuk menjaga persekutuan yang mendalam dengan Allah. Tiga ratus tahun setelah ia menjadi ayah dari keturunan yang paling terkenal, Metusalah, Henokh terus hidup dalam cara yang berkenan. Ini adalah pengingat bahwa iman bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sebuah perjalanan yang terus menerus dijalani bersama Allah.
Kisah Henokh, yang dimulai dengan catatan kelahiran dan usia dalam Kejadian 5:17, berpuncak pada pengangkatan tanpa kematian. Ini menunjukkan sebuah janji dan harapan bagi mereka yang memilih untuk hidup setia kepada Allah. Di dunia yang berubah dengan cepat, meneladani Henokh dalam menjaga persekutuan yang erat dengan Tuhan dapat memberikan makna yang mendalam dan tujuan hidup yang abadi.