Yeremia 41:5

"Maka datanglah delapan puluh orang dari Sikhem, dari Silo, dan dari Samaria, dengan janggut dicukur, telinga digunting, tangan dilukai, serta bertelanjang kaki dan berkabung, sambil membawa persembahan dari padang dan dupa untuk rumah TUHAN."

Persembahan & Doa

Ayat Yeremia 41:5 mencatat sebuah adegan yang menyentuh hati di tengah-tengah periode kehancuran dan keputusasaan yang melanda Yehuda. Kisah ini terjadi setelah jatuhnya Yerusalem ke tangan Babel, di mana banyak orang dibuang dan kota suci itu hancur lebur. Di tengah kegelapan ini, muncul sekelompok delapan puluh orang dari daerah utara, yaitu dari Sikhem, Silo, dan Samaria.

Yang membuat ayat ini begitu menonjol adalah gambaran yang diberikan tentang kondisi fisik dan keadaan hati mereka. Mereka datang dengan janggut dicukur, telinga digunting, tangan dilukai, dan bertelanjang kaki. Tindakan ini bukanlah sekadar simbolisme belaka; ini adalah ekspresi fisik dari kesedihan yang mendalam, duka cita, dan penyesalan. Dalam budaya kuno, pencukuran rambut atau janggut, melukai diri, atau bertelanjang kaki adalah cara untuk menunjukkan ratapan dan pengakuan atas kesalahan atau bencana besar.

Mereka datang bukan dengan keputusasaan yang tumpul, melainkan dengan sesuatu yang lebih mendalam: niat untuk membawa persembahan dan dupa ke rumah TUHAN. Meskipun Bait Suci telah dihancurkan dan Yerusalem porak-poranda, mereka masih mencari cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Mereka membawa hasil dari ladang mereka dan dupa yang harum, sebuah tindakan yang menunjukkan bahwa, meskipun tanah mereka mungkin telah rusak dan kehidupan mereka terganggu, iman mereka kepada Tuhan tetap ada.

Persembahan dan dupa ini memiliki makna spiritual yang penting. Persembahan melambangkan penyerahan diri dan pengakuan atas ketergantungan pada Tuhan. Dupa, di sisi lain, melambangkan doa-doa yang naik kepada Tuhan. Kehadiran mereka di reruntuhan, membawa persembahan dan kesedihan, menunjukkan keinginan yang kuat untuk mencari pengampunan, pemulihan, dan persekutuan kembali dengan Yang Maha Kuasa. Mereka mewakili sisa-sisa kesetiaan yang bertahan bahkan ketika segalanya tampak hilang.

Kisah Yeremia 41:5 mengajarkan kita tentang ketahanan iman. Bahkan dalam situasi kehancuran total, ketika struktur fisik peribadatan telah musnah, roh manusia masih dapat mencari Tuhan. Kesedihan dan penyesalan mereka bukanlah akhir, melainkan awal dari proses pencarian kembali hubungan dengan Tuhan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka yang mencari-Nya dengan tulus hati, betapapun sulitnya keadaan.

Pesan ini relevan hingga kini. Ketika kita menghadapi masa-masa sulit, kekecewaan, atau kegagalan pribadi maupun kolektif, kita diingatkan akan sekelompok orang ini. Mereka menunjukkan bahwa membawa beban kesedihan kita kepada Tuhan, bersama dengan persembahan penyesalan dan kerinduan akan pemulihan, adalah jalan yang dihargai. Ayat ini adalah pengingat akan harapan yang abadi, bahwa melalui iman dan pertobatan, hubungan dengan Tuhan dapat terus dipelihara, bahkan di tengah-tengah puing-puing kehidupan.