Yeremia 7:22 - Ketaatan Lebih Berharga dari Pengorbanan

"Sebab pada waktu Aku membawa nenek moyangmu keluar dari tanah Mesir, tidak ada yang Aku firmankan atau perintahkan kepada mereka mengenai korban bakaran atau korban sembelihan."

Hati

Ayat Yeremia 7:22 merupakan salah satu penegasan penting dari Nabi Yeremia mengenai hakikat ibadah yang sejati di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, Tuhan melalui Yeremia mengingatkan umat-Nya bahwa fokus utama dalam hubungan mereka dengan-Nya bukanlah pada formalitas ritualistic semata, melainkan pada aspek ketaatan dan kepatuhan hati.

Seringkali, umat Israel terjebak dalam kepatuhan lahiriah. Mereka rajin mempersembahkan korban bakaran dan korban sembelihan di mezbah-mezbah, namun hati mereka jauh dari Tuhan. Ritual-ritual tersebut dilakukan tanpa pemahaman mendalam akan kehendak Tuhan, bahkan terkadang disertai dengan praktik-praktik penyembahan berhala dan ketidakadilan sosial. Inilah yang dikritik keras oleh para nabi, termasuk Yeremia. Tuhan sendiri menyatakan, melalui firman-Nya dalam Yeremia 7:23, "Tetapi inilah yang Aku perintahkan kepada mereka, firman TUHAN: Taatilah perintah-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku; jalani segala jalan yang Kuperintahkan, supaya segala-galanya baik bagimu."

Perbandingan antara perintah Tuhan di awal keluaran dari Mesir dan praktik umat-Nya di kemudian hari menjadi sangat kontras. Ketika Tuhan memimpin umat-Nya keluar dari perbudakan di Mesir, perintah yang diberikan berpusat pada bagaimana mereka harus hidup, berinteraksi satu sama lain, dan menjaga kekudusan hubungan dengan Tuhan. Pengorbanan memang ada dalam rencana Tuhan, namun ia selalu merupakan bagian dari ibadah yang lahir dari hati yang taat dan penuh kasih. Ayat ini menunjukkan bahwa pengorbanan ritual bukanlah hal yang pertama atau terpenting dalam perintah Tuhan saat itu.

Fokus pada ketaatan ini memiliki implikasi yang sangat mendalam bagi kehidupan rohani kita saat ini. Di era modern, kita mungkin tidak lagi melakukan korban bakaran seperti di zaman Perjanjian Lama. Namun, godaan untuk mengganti ketaatan hati dengan ritualitas semata masih sangat nyata. Kegiatan keagamaan yang rutin, keikutsertaan dalam ibadah mingguan, atau bahkan perbuatan amal yang tampak saleh, bisa menjadi sekadar formalitas jika tidak dibarengi dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan berusaha menaati firman-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Ketaatan yang dimaksud Yeremia mencakup seluruh kehidupan: cara kita memperlakukan sesama, kejujuran dalam pekerjaan, kesetiaan dalam hubungan, belas kasih kepada yang lemah, dan penolakan terhadap segala bentuk kejahatan. Ketika hati kita tunduk pada kehendak Tuhan, pengorbanan apapun yang kita lakukan—baik waktu, tenaga, materi, maupun kenyamanan—akan memiliki nilai yang sesungguhnya di mata Tuhan. Pengorbanan yang lahir dari hati yang taat adalah persembahan yang berkenan.

Oleh karena itu, marilah kita merenungkan Yeremia 7:22. Tuhan lebih menginginkan hati yang patuh daripada ritual yang kosong. Pengorbanan sejati adalah ketika seluruh hidup kita dipersembahkan sebagai respons terhadap kasih dan panggilan Tuhan, didorong oleh ketaatan yang tulus, bukan sekadar kewajiban formal. Dengan demikian, kita dapat mengalami kebenaran janji Tuhan: Ia akan menjadi Allah kita, dan kita akan menjadi umat-Nya, dan segala sesuatu akan menjadi baik bagi kita.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai perintah Tuhan, Anda bisa merujuk pada Yeremia 7:23.