Ayat Yeremia 8:12 adalah sebuah pernyataan profetik yang kuat dari Nabi Yeremia, yang berbicara tentang kondisi spiritual umat Israel pada masanya. Ayat ini menyoroti tema tentang kebijaksanaan yang hilang dan hilangnya rasa malu akan dosa di hadapan Tuhan. Dalam konteks sejarah, ini terjadi ketika bangsa Israel semakin menjauh dari jalan Tuhan, memeluk berhala, dan mengabaikan hukum-hukum-Nya.
Perkataan Yeremia 8:12 sangat relevan bahkan di zaman modern. Seringkali, kita menemukan diri kita terbiasa dengan dosa, seolah-olah itu adalah hal yang lumrah. Ketika nilai-nilai moral dan spiritual yang sehat terkikis, masyarakat dapat kehilangan kemampuannya untuk mengenali dan merasa bersalah atas tindakan yang salah. Ini bukan hanya tentang individu, tetapi juga mencerminkan kondisi kolektif dari sebuah peradaban.
Rasul Paulus dalam Roma 1:28-32 juga menggambarkan keadaan serupa, di mana orang-orang yang berpaling dari Tuhan akhirnya "diserahkan kepada pikiran yang terkutuk." Ini mengarah pada berbagai macam kebejatan, dan yang lebih mengerikan, orang-orang tersebut tidak hanya melakukan dosa, tetapi juga "menyenang-yenangkan mereka yang melakukannya." Konsep kebal terhadap teguran moral ini adalah tanda bahaya yang signifikan.
Yeremia 8:12 mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan sejati berasal dari pengetahuan dan ketaatan kepada Tuhan. Ketika kita menjauh dari-Nya, kita kehilangan kompas moral kita. Kita menjadi seperti kapal tanpa kemudi, terombang-ambing oleh arus zaman, kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah, antara yang baik dan yang buruk. Hilangnya rasa malu ini bukan tanda kebebasan, melainkan tanda perbudakan dosa.
Penting bagi kita untuk terus-menerus memeriksa hati nurani kita dan membandingkannya dengan firman Tuhan. Memohon hikmat dari-Nya adalah langkah awal yang krusial. Ketika kita mulai merasa malu akan tindakan yang tidak berkenan di hadapan-Nya, itu adalah tanda bahwa Roh Kudus masih bekerja dalam diri kita, membimbing kita kembali ke jalan yang benar. Ayat ini bukan hanya sebuah peringatan, tetapi juga panggilan untuk kembali kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan penyesalan yang sejati. Hanya melalui pemulihan hubungan dengan Tuhan, kita dapat menemukan kembali kebijaksanaan yang telah lama hilang dan hidup dalam terang kebenaran-Nya.