"Setiap orang akan menipu temannya, dan tidak seorang pun akan mengatakan yang benar; mereka telah membiasakan lidah mereka untuk mengucapkan dusta, mereka bekerja keras untuk berbuat curang."
Dalam Kitab Yeremia, seringkali kita menemukan seruan kenabian yang kuat, peringatan akan konsekuensi dari dosa dan penyimpangan dari jalan Tuhan. Salah satu ayat yang paling menusuk hati adalah Yeremia 9:5, yang menggambarkan sebuah masyarakat yang telah kehilangan kompas moralnya. Ayat ini bukanlah sekadar catatan sejarah tentang masa lalu, melainkan sebuah cermin yang terus relevan bagi zaman kita.
Nabi Yeremia dengan gamblang memaparkan sebuah realitas yang suram: "Setiap orang akan menipu temannya, dan tidak seorang pun akan mengatakan yang benar." Pernyataan ini menyoroti erosi kepercayaan yang mendalam di antara sesama manusia. Hubungan pribadi, yang seharusnya dibangun di atas fondasi kejujuran dan integritas, kini dipenuhi dengan penipuan dan kebohongan. Ketika kebenaran menjadi barang langka, maka fondasi masyarakat pun mulai goyah.
Lebih jauh lagi, Yeremia 9:5 menyatakan, "mereka telah membiasakan lidah mereka untuk mengucapkan dusta, mereka bekerja keras untuk berbuat curang." Kata "membiasakan" menyiratkan bahwa kebohongan bukan lagi sebuah kebetulan sesaat, melainkan sebuah kebiasaan yang tertanam kuat. Dusta telah menjadi cara bicara yang normal, alat yang digunakan secara sengaja dan terampil. Hal ini menunjukkan bahwa kebohongan tidak hanya diucapkan, tetapi juga diperdalam melalui tindakan manipulatif dan kecurangan.
Dalam konteks modern, kita bisa melihat bagaimana budaya informasi yang cepat dan seringkali dangkal dapat memicu penyebaran disinformasi dan kebohongan. Media sosial, berita palsu, dan manipulasi opini publik adalah manifestasi dari "lidah yang membiasakan dusta" yang sama seperti yang digambarkan Yeremia. Persaingan yang tidak sehat, praktik bisnis yang tidak etis, dan ketidakjujuran dalam interaksi sehari-hari juga mencerminkan "bekerja keras untuk berbuat curang."
Mengapa Yeremia menekankan hal ini? Karena ketidakjujuran, penipuan, dan kebohongan adalah bentuk pemberontakan terhadap sifat Allah sendiri, yang adalah kebenaran. Ketika kita hidup dalam kebohongan, kita menjauh dari sumber kehidupan sejati dan keadilan. Ayat ini menjadi sebuah peringatan yang mendesak bagi kita untuk memeriksa diri: seberapa sering kita berkompromi dengan kebenaran dalam hidup kita? Apakah kita telah menjadi terbiasa dengan kebohongan, baik dalam perkataan maupun perbuatan kita?
Yeremia 9:5 bukan hanya tentang kritik, tetapi juga sebuah panggilan untuk kembali kepada integritas. Ia mengingatkan kita akan pentingnya kejujuran, keadilan, dan kebenaran dalam setiap aspek kehidupan. Ini adalah ajakan untuk memurnikan hati dan perkataan kita, serta menolak segala bentuk manipulasi dan tipu daya. Di tengah dunia yang seringkali terasa penuh kepalsuan, marilah kita menjadi agen kebenaran yang membawa terang.