Hati hancur hatiku karena Moab; orang-orangnya yang lari bersembunyi di Zoar, sampai ke Eglat-Selisia. Mereka menangis naik ke arah Luhit, sambil meratap di jalan menuju Horonaim.
Ayat Yesaya 15:5 menghadirkan gambaran yang sangat dramatis dan penuh kesedihan mengenai nasib bangsa Moab. Dalam konteks kitab Yesaya, pasal ini mencatat penghakiman Allah atas Moab sebagai respons terhadap kesombongan dan dosa mereka. Ayat kelima ini secara spesifik melukiskan kehancuran dan keputusasaan yang dialami oleh penduduk Moab ketika malapetaka datang menimpa mereka.
Kata-kata "hati hancur hatiku karena Moab" bukanlah sekadar ungkapan kesedihan biasa. Ini menunjukkan kedalaman kepedihan yang dirasakan, seolah-olah penderitaan Moab turut dirasakan oleh sang nabi. Gambaran ini menggarisbawahi betapa mengerikan situasi yang dihadapi oleh mereka. Penggunaan kata "hancur hatiku" menyiratkan sebuah trauma emosional yang mendalam, sebuah ratapan yang tak tertahankan.
Selanjutnya, ayat ini menggambarkan pelarian dan ketakutan penduduknya. "Orang-orangnya yang lari bersembunyi di Zoar, sampai ke Eglat-Selisia." Zoar adalah salah satu kota di dataran Yordan, yang dikenal sebagai tempat perlindungan. Penggambarkan pelarian hingga ke Eglat-Selisia, yang lokasinya mungkin berada di luar perbatasan Moab atau di wilayah yang lebih terpencil, menunjukkan betapa luasnya ancaman yang dihadapi. Mereka tidak lagi aman di tanah mereka sendiri, terpaksa mengungsi untuk menyelamatkan diri dari kehancuran.
Ayat ini kemudian beralih ke ekspresi penderitaan yang lebih nyata: tangisan dan ratapan. "Mereka menangis naik ke arah Luhit, sambil meratap di jalan menuju Horonaim." Luhit dan Horonaim adalah tempat-tempat yang disebutkan dalam konteks geografis Moab. Proses "naik ke arah Luhit" dan "meratap di jalan menuju Horonaim" menyiratkan pergerakan yang penuh kesedihan dan keputusasaan. Tangisan bukan lagi sekadar lirih, melainkan sebuah ratapan yang keras, sebuah luapan emosi dari mereka yang kehilangan segalanya – rumah, keamanan, dan harapan.
Yesaya 15:5 bukan hanya catatan historis tentang kejatuhan Moab, tetapi juga sebuah peringatan ilahi. Ini mengingatkan kita bahwa kesombongan dan penolakan terhadap kehendak Tuhan pasti akan mendatangkan konsekuensi. Penderitaan yang digambarkan begitu nyata, mulai dari kehancuran hati hingga pelarian dan ratapan yang terdengar di seluruh negeri, menjadi saksi bisu dari murka ilahi yang dilayangkan kepada bangsa yang mengabaikan panggilan kebenaran.
Gambaran dalam ayat ini patut direnungkan. Di tengah dunia yang seringkali digerakkan oleh keserakahan dan kesombongan, nasib Moab menjadi cerminan betapa rapuhnya duniawi. Namun, di balik penghakiman, selalu ada panggilan untuk pertobatan dan pemulihan. Ratapan ini, meski mengerikan, juga dapat menjadi awal dari kesadaran akan kebutuhan akan belas kasihan ilahi.
Sebuah visualisasi artistik dari keputusasaan dan pelarian yang digambarkan dalam Yesaya 15:5.