Yesaya 36:5 - Kekuatan dan Kepercayaan Diri Sanherib

"Berkatalah ia: 'Kepada siapakah gerangan engkau menaruh kepercayaan, sehingga engkau memberontak terhadap aku?"
Kekuatan dalam Kepercayaan Yesaya 36:5

Ayat Yerusalem 36:5 ini berasal dari momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, ketika Sanherib, raja Asiria, datang untuk mengepung Yerusalem. Ucapan Sanherib ini bukan sekadar pertanyaan retoris, melainkan sebuah pernyataan arogan yang penuh ancaman dan merendahkan. Ia menyombongkan diri atas kekuatannya yang luar biasa dan menuntut agar raja Hizkia serta rakyat Yerusalem segera menyerah tanpa syarat. Sanherib percaya diri bahwa tidak ada kekuatan lain yang mampu menandingi angkatan bersenjatanya yang dahsyat. Ia merasa telah menaklukkan banyak bangsa dan kota sebelumnya, dan Yerusalem seharusnya tidak menjadi pengecualian. Kepercayaan dirinya yang berlebihan ini lahir dari pengalaman kemenangan demi kemenangan yang telah ia raih dalam kampanye militernya.

Pernyataan Sanherib tersebut mencerminkan mentalitas penakluk yang mengandalkan kekuatan militer dan superioritas fisik. Ia memandang seluruh situasi dari perspektif kekuasaan duniawi. Baginya, keberhasilan diukur dari jumlah wilayah yang dikuasai, kekuatan pasukan, dan ketakutan yang ditimbulkan pada musuh. Ia tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya kekuatan ilahi yang mungkin melindungi Yerusalem. Dalam pandangan Sanherib, pertanyaan "Kepada siapakah gerangan engkau menaruh kepercayaan?" adalah retorika yang dirancang untuk menunjukkan betapa bodohnya jika ada yang berani melawan Asiria. Ia yakin bahwa tidak ada dewa lain yang mampu menyelamatkan kota itu dari genggamannya.

Namun, dari perspektif iman, ayat ini menjadi pengingat penting tentang perbedaan antara kepercayaan diri yang bersumber dari kekuatan duniawi dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Raja Hizkia dan rakyat Yerusalem pada akhirnya akan menemukan bahwa sumber perlindungan sejati mereka bukanlah pada benteng kota atau aliansi politik, melainkan pada iman mereka kepada Allah. Meskipun Sanherib merasa sangat kuat dan tak terkalahkan, Allah memiliki cara-Nya sendiri untuk menunjukkan bahwa kekuatan manusia tidak sebanding dengan kuasa ilahi. Peristiwa yang terjadi setelah ayat ini, seperti yang dicatat dalam pasal-pasal berikutnya dalam kitab Yesaya, menunjukkan bagaimana Allah campur tangan secara ajaib untuk menyelamatkan Yerusalem, menggagalkan rencana Sanherib, dan mempermalukan kesombongannya.

Kisah Sanherib yang sombong dan kehancurannya yang tiba-tiba menjadi pelajaran abadi bagi semua generasi. Ayat ini mengingatkan kita untuk berhati-hati agar tidak menaruh kepercayaan kita sepenuhnya pada kemampuan diri sendiri, kekayaan, atau kekuatan manusiawi lainnya. Sebaliknya, kita dipanggil untuk mengandalkan Tuhan dalam segala situasi, terutama ketika menghadapi tantangan yang tampak mustahil. Sanherib bertanya kepada siapa rakyat Yerusalem menaruh kepercayaan. Jawabannya, yang tidak ia duga, adalah Tuhan semesta alam, yang kekuatannya jauh melampaui raja Asiria yang paling perkasa sekalipun. Yesaya 36:5 mengajarkan tentang kesombongan yang merusak dan pentingnya iman yang teguh.

Kita dapat mengambil inspirasi dari keberanian Hizkia yang, meskipun menghadapi ancaman besar, memilih untuk mencari hikmat dan pertolongan dari Tuhan. Kisah ini menguatkan keyakinan bahwa tidak peduli seberapa besar dan menakutkannya tantangan yang kita hadapi, dengan iman yang benar, kita dapat menemukan kekuatan dan perlindungan yang tak terduga. Kepercayaan yang didasarkan pada kekuatan Tuhan akan selalu lebih unggul daripada kepercayaan yang didasarkan pada kekuatan fana manusia.