Simbol Kemenangan dan Berita

Yesaya 36:9 - Ancaman yang Mengejutkan

"Dan bagaimanakah gerangan engkau dapat menolak seorang wakil raja yang paling hina dari tuanku, dengan mengandalkan Mesir untuk mendapatkan kereta dan orang berkuda?"

Kitab Yesaya pasal 36 membuka tirai dari salah satu momen paling dramatis dan menegangkan dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Di bawah kepemimpinan Raja Hizkia, Yehuda menghadapi ancaman yang luar biasa dari Kekaisaran Asyur yang perkasa, yang saat itu dipimpin oleh Raja Sanherib. Pasal ini menceritakan bagaimana Sanherib, setelah menaklukkan banyak kota di Yehuda, mengirimkan para pejabat tingginya, termasuk Rabshakeh, ke Yerusalem dengan pesan yang menantang dan merendahkan. Ayat Yesaya 36:9 merupakan bagian dari argumen agresif yang dilontarkan oleh Rabshakeh untuk membujuk Hizkia dan rakyat Yerusalem agar menyerah tanpa perlawanan.

Dalam konteks ini, Rabshakeh sedang mencoba melemahkan semangat juang orang Yehuda dengan menyoroti ketidakberdayaan mereka. Ia mengejek ketergantungan Hizkia pada Mesir, sebuah bangsa yang seharusnya menjadi sekutu kuat, tetapi menurut Rabshakeh, hanyalah sekadar "kereta dan orang berkuda" yang rapuh. Ia menggambarkan Mesir sebagai sekutu yang tidak dapat diandalkan, bahkan menyebut salah satu wakil raja Mesir sebagai "paling hina". Pernyataan ini dirancang untuk menunjukkan bahwa mengandalkan Mesir adalah tindakan yang sia-sia dan bodoh. Rabshakeh ingin menciptakan keputusasaan di antara rakyat Yerusalem, agar mereka percaya bahwa satu-satunya jalan keluar adalah tunduk pada kekuasaan Asyur.

Ayat ini bukan hanya sekadar laporan sejarah, tetapi juga sarat dengan pelajaran teologis. Rabshakeh dengan sengaja mencoba memprovokasi, bukan hanya secara militer tetapi juga secara rohani. Ia menyiratkan bahwa Hizkia telah membuat kesalahan besar dengan berpaling kepada Mesir daripada mempercayai sepenuhnya kepada TUHAN. Pesan ini bertujuan untuk mengikis iman rakyat kepada Allah mereka, menanamkan keraguan tentang kuasa-Nya untuk melindungi mereka dari musuh yang tangguh. Rabshakeh seolah berkata, "Bagaimana mungkin kalian berharap pada kekuatan duniawi yang lemah ini ketika kalian punya TUHAN?" Namun, retorika Rabshakeh justru menggarisbawahi kesombongan dan ketergantungan pada kekuatan manusia yang menjadi ciri khas imperium Asyur.

Di sisi lain, Raja Hizkia dan umatnya sedang dihadapkan pada pilihan krusial: mengandalkan kekuatan manusia yang bisa hancur dan tidak dapat diandalkan, atau menaruh seluruh iman mereka pada janji dan kuasa Allah yang kekal. Sejarah mencatat bahwa Hizkia, meskipun sempat goyah, akhirnya berpaling kepada nubuat nabi Yesaya dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada TUHAN. Kisah ini berakhir dengan intervensi ilahi yang ajaib, di mana malaikat TUHAN membinasakan 185.000 tentara Asyur dalam satu malam, menyelamatkan Yerusalem dari kehancuran total.

Oleh karena itu, Yesaya 36:9 mengingatkan kita untuk senantiasa menguji sumber kekuatan dan harapan kita. Apakah kita lebih sering bersandar pada sumber daya yang terlihat – kekayaan, kedudukan, jaringan pertemanan, atau bahkan kekuatan bangsa lain – ataukah kita menempatkan kepercayaan kita sepenuhnya kepada TUHAN? Seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Hizkia, mengandalkan kekuatan manusia, betapapun kuatnya tampaknya, pada akhirnya akan mengecewakan. Sebaliknya, iman yang teguh kepada Allah akan membawa kita melalui badai terberat sekalipun. Pelajaran ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk tidak mudah terintimidasi oleh ancaman duniawi, tetapi mencari kekuatan sejati dalam kasih dan kuasa ilahi. Untuk mendalami kisah ini lebih lanjut, Anda dapat membaca seluruh pasal Yesaya 36 di Alkitab.