Yesaya 43:23

"Aku tidak menuntut persembahan dari kamu, bukan korban bakaran atau hasil bumi. Aku tidak haus akan lembu jantan atau kambing domba."

Damai & Kasih Janji Pemulihan

Ayat dari Kitab Yesaya, pasal 43 ayat 23, seringkali menjadi sumber penghiburan dan pemahaman mendalam mengenai sifat hubungan antara Allah dan umat-Nya. Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa Allah tidak mencari persembahan lahiriah semata, bukan pula korban bakaran yang rumit atau hasil bumi yang melimpah. Penekanan di sini bukan pada ritualistik semata, melainkan pada esensi yang lebih dalam.

Dalam konteks sejarahnya, bangsa Israel seringkali terjerumus dalam praktik-praktik keagamaan yang berorientasi pada persembahan fisik. Namun, nubuat Yesaya ini mengingatkan mereka—dan kita hingga kini—bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara yang tidak kekurangan apa pun. Kehausan-Nya bukanlah kehausan akan darah hewan atau hasil panen, melainkan kehausan akan hati yang taat, jiwa yang rindu akan hadirat-Nya, dan hubungan yang tulus.

Pernyataan "Aku tidak haus akan lembu jantan atau kambing domba" adalah sebuah metafora yang kuat. Ini menunjukkan bahwa kualitas persembahan tidak diukur dari kuantitas atau kemegahannya, melainkan dari ketulusan hati yang mempersembahkannya. Allah merindukan pengabdian yang berasal dari lubuk hati, penyerahan diri total, dan ketaatan yang sukarela. Ketika kita datang kepada-Nya dengan hati yang hancur dan bertobat, dengan kerinduan untuk menyenangkan-Nya, itulah persembahan yang paling berkenan.

Yesaya 43:23 juga membuka pintu untuk pemahaman yang lebih luas tentang perjanjian Allah. Allah bukan sekadar menuntut, tetapi Ia juga memberikan. Dalam ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, Allah berjanji untuk menjadi Penebus, Penyelamat, dan Pelindung bagi umat-Nya. Ia telah menebus Israel dengan pengorbanan yang jauh lebih besar daripada yang bisa mereka tawarkan. Janji ini menegaskan bahwa Allah adalah sumber segalanya, dan apa yang Ia minta dari kita adalah respon kasih dan kepercayaan terhadap karya-Nya.

Pesan ini sangat relevan di zaman modern. Seringkali, kita terjebak dalam kesibukan dan rutinitas, merasa bahwa ketaatan diukur dari seberapa banyak kita melakukan aktivitas keagamaan. Namun, Firman Tuhan mengingatkan kita untuk kembali pada inti: hubungan yang intim dengan Pencipta kita. Apakah hati kita benar-benar tertuju kepada-Nya? Apakah kita merindukan hadirat-Nya dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di gereja atau dalam doa-doa formal? Kehausan Allah adalah untuk hubungan, bukan untuk ritual kosong.

Dengan memahami Yesaya 43:23, kita diajak untuk menyederhanakan pandangan kita tentang ibadah. Ini adalah undangan untuk datang kepada Allah apa adanya kita, dengan segala kekurangan dan kerapuhan, namun dengan hati yang tulus merindukan-Nya. Janji-Nya tentang pemulihan dan penebusan tak terhingga akan selalu lebih besar daripada apa pun yang dapat kita persembahkan. Mari kita persembahkan hati kita yang penuh penyerahan, maka kita akan menemukan kedamaian dan kekuatan dalam kasih-Nya yang tak berkesudahan.