Yesaya 44:14 - Kesaksian Kayu yang Hidup

"Ia menebang pohon aras, atau pohon taru-taru, yang dipilihnya di antara segala pohon di hutan. Ia menanam pohon samat, dan hujan membuatnya tumbuh besar."

Ayat dari Kitab Yesaya ini, tepatnya pasal 44 ayat 14, menyajikan gambaran yang kuat dan terkadang membingungkan tentang proses pembuatan berhala. Pada pandangan pertama, ayat ini seolah-olah hanya menggambarkan aktivitas penebangan pohon dan penanaman. Namun, jika kita menyelami konteks yang lebih luas dalam pasal ini, kita akan menemukan sebuah kritik tajam terhadap praktik penyembahan berhala yang merajalela pada masa itu.

Ayat ini memperkenalkan sebuah gambaran tentang seseorang yang dengan cermat memilih dan menebang pohon tertentu, seperti pohon aras atau pohon taru-taru. Pohon-pohon ini dipilih bukan tanpa alasan; mereka sering kali merupakan pohon yang kokoh, indah, dan berharga. Proses ini berlanjut dengan penanaman pohon samat, yang kemudian tumbuh subur berkat curahan hujan. Tindakan menanam dan memelihara pohon ini menunjukkan adanya investasi waktu, tenaga, dan sumber daya.

Namun, ke mana semua usaha ini diarahkan? Dalam konteks Yesaya, proses ini adalah bagian dari pembuatan sebuah berhala. Orang tersebut tidak menanam pohon untuk menghasilkan buah, atau untuk dijadikan bahan bangunan rumah yang kokoh, atau bahkan untuk keindahan alam semata. Sebaliknya, pohon yang telah tumbuh besar dan kuat ini kemudian akan dipahat, dibentuk, dan akhirnya disembah sebagai dewa.

Kritik yang disampaikan oleh Nabi Yesaya sangat mendalam. Ia menggambarkan betapa sia-sianya usaha manusia yang digunakan untuk menciptakan sesuatu yang mati dan tidak memiliki kekuatan ilahi. Manusia menggunakan akal budi dan kekuatan fisiknya untuk menebang, memahat, dan memuliakan sebuah pohon – sebuah objek yang seharusnya menjadi ciptaan Tuhan, bukan yang menciptakan Tuhan. Ini adalah sebuah pembalikan nilai yang radikal.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa ilah yang dibuat oleh tangan manusia tidak memiliki kehidupan, tidak memiliki kemampuan untuk mendengar, berbicara, atau bertindak. Kehidupan yang tumbuh pada pohon itu adalah kehidupan yang diberikan oleh alam, yang pada akhirnya adalah ciptaan dari Tuhan yang sesungguhnya. Namun, manusia dalam kesesatannya, menyalahgunakan karunia alam ini untuk menciptakan ilah palsu.

Yesaya 44:14 menjadi sebuah kesaksian tentang kontras antara Pencipta yang sejati dan ciptaan yang disalahgunakan. Pohon yang tumbuh berkat hujan dari langit, yang diairi oleh sumber kehidupan ilahi, justru dijadikan alat pemujaan untuk ilah buatan. Ini adalah gambaran ironis tentang kecerdikan manusia yang digunakan untuk kebodohan spiritual.

Di era modern ini, meskipun bentuk penyembahan berhala mungkin telah berubah, esensi dari kritik Yesaya tetap relevan. Berapa banyak dari kita yang menginvestasikan waktu, energi, dan sumber daya untuk hal-hal yang pada akhirnya tidak memiliki nilai kekal? Berapa banyak dari kita yang memuliakan materi, kekuasaan, atau citra diri, yang pada dasarnya adalah "kayu yang hidup" yang dipahat oleh tangan manusia, namun tidak memiliki kuasa ilahi?

Ayat ini mengajak kita untuk merefleksikan sumber kehidupan dan kekuatan kita yang sesungguhnya. Apakah kita bersandar pada ilah buatan yang tidak dapat menolong, ataukah kita mengakui Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta langit dan bumi, yang kepadanya segala kehidupan berakar dan tumbuh?

Yes 44:14

Simbol pohon sederhana yang tumbuh dari lingkaran, melambangkan ciptaan alam.