Lihatlah dari langit, dari kediaman-Mu yang kudus dan mulia, di manakah kecemburuan-Mu dan keperkasaan-Mu? Ke mana hati-Mu yang penuh kerinduan dan belas kasihan kepada kami telah hilang?
Ayat Yesaya 63:15 memancarkan sebuah doa atau seruan yang dalam, sebuah pengakuan akan keagungan dan kemuliaan Tuhan yang tak terhingga, namun sekaligus menyiratkan rasa kehilangan dan kerinduan akan hadirat-Nya yang penuh kuasa dan kasih. Dari "langit, dari kediaman-Mu yang kudus dan mulia," Allah dinyatakan sebagai sumber segala kebaikan, kekuatan, dan kemuliaan. Kata "kudus dan mulia" menekankan kesucian-Nya yang absolut dan kebesaran-Nya yang tak tertandingi. Ini adalah gambaran tentang Allah yang berada di tempat tertinggi, terpisah dari segala ketidaksempurnaan duniawi, namun tetap merupakan fokus dari iman dan harapan umat-Nya.
Pertanyaan retoris yang muncul kemudian, "di manakah kecemburuan-Mu dan keperkasaan-Mu?" bukanlah pertanyaan keraguan akan keberadaan Tuhan. Sebaliknya, ini adalah ungkapan keputusasaan dan permohonan agar Allah yang maha perkasa itu bangkit dan bertindak. "Kecemburuan" di sini merujuk pada semangat ilahi yang tidak dapat mentolerir apa pun yang menentang-Nya atau merusak umat-Nya. Ini adalah cinta yang posesif dan penuh gairah untuk umat-Nya, yang mendorong-Nya untuk membela dan membebaskan mereka. Keperkasaan-Nya adalah kekuatan-Nya yang tak terbatas, yang mampu mengatasi segala rintangan.
Selanjutnya, ayat ini mengajukan pertanyaan yang menyentuh hati: "Ke mana hati-Mu yang penuh kerinduan dan belas kasihan kepada kami telah hilang?" Pertanyaan ini menggarisbawahi sifat Allah yang penuh kasih dan belas kasihan. Dia bukan Tuhan yang dingin dan acuh tak acuh. Sebaliknya, hati-Nya selalu merindukan umat-Nya, merasakan penderitaan mereka, dan ingin mengulurkan tangan penyelamatan. Kehilangan atau hilangnya hati yang penuh kerinduan dan belas kasihan ini menyiratkan keadaan umat yang sedang mengalami kesulitan, penderitaan, atau bahkan pembuangan, di mana mereka merasa ditinggalkan atau terpisah dari pelukan kasih Allah.
Dalam konteks sejarah Israel, ayat ini sering dihubungkan dengan masa-masa sulit, seperti ketika mereka menghadapi musuh, bencana alam, atau bahkan ketika mereka jauh dari Tuhan akibat dosa. Seruan ini adalah pengakuan bahwa hanya Allah, dengan kemuliaan, keperkasaan, dan belas kasihan-Nya, yang dapat memulihkan keadaan mereka. Ini adalah pengingat bahwa meskipun manusia dapat berdosa dan menjauh, Allah tetaplah Allah yang setia, yang hati-Nya selalu tertuju kepada umat-Nya. Kerinduan ilahi ini adalah janji keselamatan yang tak pernah padam.
Lebih dari sekadar permohonan, ayat ini juga mengajarkan kita tentang esensi Allah. Dia adalah pribadi yang kudus, mulia, perkasa, dan penuh kasih. Kecemburuan-Nya adalah cerminan dari kesucian-Nya yang menginginkan kebaikan bagi ciptaan-Nya. Keperkasaan-Nya adalah sarana bagi-Nya untuk mewujudkan keadilan dan penyelamatan. Dan hati-Nya yang penuh kerinduan dan belas kasihan adalah bukti tak terbantahkan dari cinta-Nya yang tak bersyarat. Ketika kita merasa jauh dari-Nya, ketika dunia terasa berat, seruan Yesaya 63:15 ini dapat menjadi doa kita: agar Allah yang mulia itu bangkit, menunjukkan keperkasaan-Nya, dan mengembalikan kita ke dalam pelukan kasih-Nya yang penuh kerinduan. Ini adalah panggilan untuk kembali mengingat siapa Allah kita sebenarnya, sumber segala kekuatan dan pengharapan.