Yohanes 10:37 - Bukti Kebenaran Kristus

"Jikalau tidak, mengapa kamu tidak percaya kepada apa yang telah Kuperbuat?" (Yohanes 10:37)
Kebenaran Perbuatan Keyakinan

Firman Tuhan yang tercatat dalam kitab Yohanes 10:37 ini merupakan sebuah pertanyaan retoris yang diucapkan oleh Yesus Kristus kepada orang-orang Yahudi yang meragukan-Nya. Pertanyaan ini bukan sekadar ungkapan kekecewaan, melainkan sebuah tantangan untuk melihat lebih dalam bukti-bukti konkret yang telah Ia tunjukkan. Dalam konteks Injil Yohanes, Yesus sering kali menegaskan identitas ilahi-Nya melalui perkataan dan perbuatan ajaib yang tidak dapat disangkal. Ia menyatakan bahwa karya-karya yang Ia lakukan adalah kesaksian akan Bapa yang mengutus-Nya.

Ayat ini menjadi sangat penting karena menyoroti inti dari iman Kristen: pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Sang Mesias dan Anak Allah. Keraguan dan penolakan yang ditujukan kepada Yesus seringkali bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena ketidakmauan untuk menerima kebenaran tersebut. Orang-orang pada zaman itu, termasuk para pemimpin agama, seringkali terpaku pada harapan mesianik yang sempit dan tidak sesuai dengan pemahaman mereka tentang kedatangan Juruselamat. Mereka menuntut tanda-tanda yang spesifik, namun ketika tanda-tanda itu diberikan—penyembuhan orang sakit, membangkitkan orang mati, memberi makan ribuan orang—mereka seringkali mencari alasan untuk menolaknya, bahkan menyalahkan kuasa gelap.

Yesus, dalam kearifan-Nya yang ilahi, tidak memaksa orang untuk percaya. Sebaliknya, Ia mengarahkan mereka pada fakta-fakta yang ada. Perbuatan-Nya adalah bukti yang berbicara sendiri. Melalui mukjizat-mukjizat-Nya, Ia menunjukkan kasih, kuasa, dan otoritas ilahi. Ia mengajarkan kebenaran yang membebaskan, menghadirkan kedamaian, dan menawarkan hidup yang berkelimpahan. Semua ini adalah tanda-tanda yang seharusnya menggerakkan hati untuk mengakui bahwa Ia berasal dari Allah.

Menyikapi ayat ini di masa kini, kita diajak untuk merefleksikan sikap kita terhadap kebenaran ilahi. Apakah kita juga cenderung meragukan atau mencari alasan untuk menolak kebenaran Injil hanya karena tidak sesuai dengan pemikiran atau keinginan kita? Atau, apakah kita bersedia membuka hati dan pikiran untuk melihat kesaksian-kesaksian yang diberikan—baik melalui Alkitab, pengalaman pribadi, maupun kesaksian orang lain—dan membiarkan-Nya membimbing kita?

Pertanyaan "Jikalau tidak, mengapa kamu tidak percaya kepada apa yang telah Kuperbuat?" sesungguhnya masih bergema hingga kini. Karya-karya Kristus, terutama pengorbanan-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian, adalah fondasi utama iman Kristen. Ini bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi manifestasi tertinggi dari kasih Allah yang memberikan pengampunan dan kehidupan kekal bagi siapa saja yang percaya. Ketika kita merenungkan kedalaman kasih dan kuasa yang ditunjukkan oleh Yesus, pertanyaan itu seharusnya mendorong kita untuk menguji keyakinan kita dan menjadikan kepercayaan pada-Nya sebagai respons yang logis dan penuh syukur. Kebenaran Kristus terbukti melalui karya-Nya, dan mengabaikan bukti tersebut berarti menolak sumber kehidupan itu sendiri.