Yosua 22:21 - Kesetiaan dan Persatuan Umat

"Lalu menjawablah Ruben dan Gad serta suku Manasye yang separuh itu, katanya: 'Tentang seluruh negeri yang telah diserahkan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya, maka telah kami dengar suara TUHAN, Allah kami.' "
TUHAN

Ayat Yosua 22:21 adalah sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel setelah mereka memasuki Tanah Perjanjian. Perikop ini menceritakan tentang kesalahpahaman yang hampir memecah belah persatuan umat Tuhan. Suku Ruben, Gad, dan separuh suku Manasye, yang telah diizinkan oleh Yosua dan para pemimpin Israel lainnya untuk mendiami wilayah di sebelah timur Sungai Yordan, membangun sebuah mezbah yang besar di dekat Sungai Yordan. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran dan kecurigaan di antara suku-suku lain yang tinggal di sebelah barat sungai. Mereka menganggap pembangunan mezbah tersebut sebagai tanda pemberontakan terhadap perintah Tuhan untuk hanya menyembah di satu tempat, yaitu di tabernakel yang ada di Silo.

Menghadapi tuduhan dan potensi konflik yang serius, para wakil dari suku-suku di sebelah barat diutus untuk meminta penjelasan. Di sinilah ayat Yosua 22:21 menjadi saksi respons yang penuh hikmat dari para pemimpin suku-suku timur. Mereka menegaskan, "Tentang seluruh negeri yang telah diserahkan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya, maka telah kami dengar suara TUHAN, Allah kami." Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan pengakuan mendalam akan otoritas dan kehendak Tuhan. Mereka menegaskan bahwa pemahaman mereka tentang perintah Tuhanlah yang mendasari pembangunan mezbah tersebut, bukan keinginan untuk menyimpang atau mendirikan ibadah tandingan.

Lebih lanjut, para pemimpin suku timur menjelaskan bahwa tujuan pembangunan mezbah itu adalah sebagai pengingat dan kesaksian. Mezbah tersebut dimaksudkan untuk menjadi penanda bagi generasi mendatang bahwa mereka juga adalah bagian dari umat Tuhan yang sama, yang telah menerima janji Tuhan, dan yang memiliki hak yang sama untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya. Mezbah ini bukan mezbah untuk kurban persembahan, melainkan sebuah monumen peringatan persatuan dan kesetiaan kepada satu Allah yang sama. Mereka berargumen bahwa jika kelak keturunan mereka bertanya mengapa mezbah itu didirikan, mereka dapat menjawab bahwa mezbah itu adalah bukti bahwa nenek moyang mereka juga memiliki bagian dalam anugerah dan perjanjian Tuhan.

Respons yang diajukan oleh suku Ruben dan Gad ini menunjukkan kedalaman pemahaman mereka akan pentingnya persatuan umat Tuhan. Mereka menyadari bahwa kesalahpahaman bisa timbul, tetapi yang terpenting adalah komunikasi yang jujur dan penegasan kesetiaan kepada Tuhan. Mereka tidak bersikeras mempertahankan tindakan mereka tanpa penjelasan, melainkan dengan rendah hati dan penuh hormat menjelaskan motivasi mereka. Ini mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi perbedaan pendapat atau potensi konflik dalam komunitas iman, mendengarkan dengan seksama, menjelaskan dengan jelas, dan senantiasa merujuk kembali kepada Firman Tuhan adalah kunci utama untuk menjaga keharmonisan.

Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya kesetiaan kepada Tuhan dan ketaatan pada perintah-Nya. Para pemimpin suku timur tidak mengabaikan perintah Tuhan mengenai tempat ibadah, namun mereka juga berusaha memahami bagaimana perintah itu berlaku dalam konteks mereka. Ayat Yosua 22:21 menjadi pengingat bahwa **kesetiaan kepada Tuhan harus disertai dengan pemahaman yang benar akan kehendak-Nya**, dan bahwa **persatuan umat Tuhan adalah harta yang berharga yang harus dijaga dengan baik melalui komunikasi yang terbuka dan hati yang tulus**. Kisah ini berakhir dengan penyelesaian yang positif, di mana suku-suku di sebelah barat menerima penjelasan tersebut dan ketegangan pun mereda, mengukuhkan kembali persatuan bangsa Israel di bawah kepemimpinan Tuhan.