Yosua 22-23: Kesetiaan dan Peringatan Allah

Yosua 22:1-34 mengisahkan tentang kepergian suku Ruben dan Gad serta setengah suku Manasye kembali ke tanah mereka di seberang Sungai Yordan, setelah membantu bangsa Israel dalam penaklukan tanah Kanaan. Sebelum pulang, mereka membangun sebuah mezbah besar di tepi Yordan. Bangsa Israel yang lain mengira bahwa mezbah ini dibangun untuk penyembahan berhala, yang menimbulkan kegemparan dan potensi perpecahan. Namun, setelah diutus untuk meminta klarifikasi, kedua belah pihak menyadari kesalahpahaman tersebut. Suku Ruben dan Gad menjelaskan bahwa mezbah itu bukan untuk persembahan korban, melainkan sebagai saksi bahwa mereka juga bagian dari umat TUHAN dan memiliki hak yang sama dalam ibadah di Kemah Suci. Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi, pemahaman, dan persatuan di tengah umat Tuhan.

Yosua 23:1-16 adalah pidato terakhir Yosua kepada seluruh bangsa Israel. Menjelang akhir hidupnya, Yosua mengumpulkan para tua-tua, pemimpin, hakim, dan para pengawas bangsa Israel. Dalam pidatonya, Yosua mengingatkan mereka tentang semua perbuatan besar yang telah TUHAN lakukan bagi mereka, mulai dari membawa mereka keluar dari Mesir hingga mengusir bangsa-bangsa di Kanaan untuk mereka. Ia menekankan pentingnya memelihara kesetiaan kepada TUHAN, TUHAN Allah mereka, dengan mengasihi Dia, mengikuti segala jalan-Nya, memegang teguh perintah-Nya, dan melekat kepada-Nya. Yosua dengan tegas memperingatkan konsekuensi dari ketidaktaatan, yaitu bahwa TUHAN akan menarik kembali berkat-Nya, mendatangkan bencana, dan bahkan melenyapkan mereka dari tanah perjanjian jika mereka berpaling kepada dewa-dewa lain atau mengikat perjanjian dengan bangsa-bangsa yang tersisa.

Ilustrasi kesatuan umat Israel Dua kelompok orang berdiri di kedua sisi sungai, saling berpegangan tangan, melambangkan persatuan dan perjanjian. Israel Yordan

Yosua 22 dan 23 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan di antara umat Tuhan, serta menyoroti konsekuensi serius dari ketidaktaatan terhadap firman-Nya. Kesetiaan kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama, sebagaimana yang Yosua tekankan berulang kali. Peristiwa pembangunan mezbah di Yordan, meskipun awalnya menimbulkan kecurigaan, akhirnya menjadi simbol pengingat akan kesetiaan bersama kepada satu Tuhan yang sama. Di sisi lain, peringatan Yosua dalam pasal 23 adalah panggilan untuk terus menerus memeriksa hati dan tindakan kita, memastikan bahwa kita tetap berada di jalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah. Ketidaktaatan, sekecil apapun, dapat berujung pada kehilangan berkat dan bahkan hukuman ilahi.

Kedua pasal ini saling melengkapi. Pasal 22 mengajarkan tentang pentingnya komunikasi yang baik dan menjaga hubungan yang harmonis agar tidak terjadi perpecahan yang tidak perlu, terutama dalam konteks ibadah kepada Tuhan. Sementara itu, pasal 23 menjadi penutup yang kuat dari kepemimpinan Yosua, menegaskan kembali inti dari perjanjian Israel dengan TUHAN: ketaatan penuh dan kesetiaan tak tergoyahkan. Sejarah Israel kuno mengajarkan bahwa ketika mereka setia kepada Tuhan, mereka diberkati dan aman di tanah mereka. Namun, ketika mereka mulai menyimpang, mereka menghadapi kesulitan dan kehancuran. Pesan ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan setiap individu dan komunitas untuk senantiasa mengutamakan kesetiaan kepada Tuhan dalam segala aspek kehidupan.

Dalam konteks Yosua 22-23, terlihat jelas bagaimana Allah sangat menghargai kesatuan umat-Nya dan menuntut ketaatan yang tulus. Bangsa Israel dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan iman mereka di tengah lingkungan yang asing dan pengaruh budaya sekitar. Yosua, sebagai pemimpin yang setia, mengingatkan mereka akan tanggung jawab mereka untuk tidak melupakan janji-janji Allah dan perintah-Nya. Mengingat peringatan Yosua adalah langkah krusial untuk menghindari kesalahan masa lalu yang dapat membawa mereka pada kesengsaraan. Kesetiaan yang diajarkan bukan sekadar ritual, tetapi perubahan hati yang mencerminkan kasih kepada Allah dan sesama.