Yosua 22:34

Yosua 22:34 - Janji Kesetiaan Yang Tak Tergoyahkan

"Dan atas tuntutan bani Ruben dan bani Gad, mereka menamai mezbah itu: "Saksi bagi kami, bahwa TUHANlah Allah."

Firman Tuhan dalam Yosua 22:34 menjadi saksi bisu namun penuh makna tentang sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Setelah melewati berbagai perjuangan berat untuk merebut tanah perjanjian, ketegangan sempat muncul di antara suku-suku yang telah menempati tanah di seberang sungai Yordan dan suku-suku yang masih dalam proses penguasaan tanah di sisi barat. Bangsa Israel, khususnya suku-suku di sisi barat, mencurigai bahwa pembangunan mezbah besar oleh bani Ruben dan bani Gad adalah tanda kemurtadan, sebuah penyimpangan dari ibadah kepada TUHAN yang satu.

Kecurigaan ini tentu saja sangat serius, mengingat pentingnya kesatuan dalam penyembahan kepada Allah yang telah memimpin mereka keluar dari perbudakan Mesir. Adalah sebuah pelanggaran besar jika ada pemisahan dalam bentuk ibadah. Namun, bani Ruben dan bani Gad memiliki alasan yang mulia di balik pembangunan mezbah tersebut. Mereka menyatakan dengan tegas bahwa mezbah itu bukanlah untuk korban bakaran atau persembahan lain, melainkan sebagai "Saksi bagi kami, bahwa TUHANlah Allah."

Pernyataan ini menunjukkan kedalaman iman mereka. Mezbah tersebut berfungsi sebagai pengingat visual dan penguat spiritual bagi diri mereka sendiri, keturunan mereka, dan bahkan bagi suku-suku lain. Ini adalah deklarasi publik tentang kesetiaan mereka yang tak tergoyahkan kepada TUHAN. Mereka ingin menegaskan bahwa kendati mereka tinggal di tanah yang terpisah oleh sungai Yordan, hati dan jiwa mereka tetap terikat pada Allah yang sama, yang mengasihi dan memelihara seluruh bangsa Israel. Ini adalah bentuk pengakuan iman yang kuat, sebuah janji untuk tetap setia pada perjanjian yang telah dibuat dengan TUHAN.

Dalam konteks yang lebih luas, Yosua 22:34 mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesaksian iman kita. Di dunia yang penuh dengan godaan dan keragaman pandangan, seringkali kita dihadapkan pada situasi yang dapat menggoyahkan kesetiaan kita kepada Tuhan. Seperti halnya bani Ruben dan bani Gad, kita mungkin merasa terpisah atau berbeda dari orang lain karena situasi atau keadaan. Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Tuhan haruslah menjadi prioritas utama.

Membangun "mezbah" kesaksian dalam hidup kita berarti secara konsisten menunjukkan kasih dan ketaatan kita kepada Tuhan melalui tindakan, perkataan, dan sikap kita sehari-hari. Ini bisa berupa integritas dalam pekerjaan, kejujuran dalam hubungan, keberanian untuk bersaksi tentang kebaikan Tuhan, atau sekadar komitmen untuk terus berdoa dan merenungkan firman-Nya. Mezbah kesaksian ini bukan hanya untuk orang lain, tetapi juga untuk diri kita sendiri, agar kita tidak pernah lupa siapa Allah kita dan dari mana pertolongan kita datang.

Kisah ini juga menekankan pentingnya komunikasi dan klarifikasi. Kecurigaan yang mungkin berujung pada konflik besar berhasil diatasi melalui dialog terbuka dan penjelasan yang jujur. Ini mengajarkan kita untuk tidak cepat mengambil kesimpulan, melainkan berusaha memahami perspektif orang lain, terutama ketika menyangkut hal-hal rohani. Dengan demikian, kesatuan dalam iman dapat terus terjaga, dan kesaksian kita sebagai umat Tuhan akan semakin kuat dan bersinar.

Ilustrasi mezbah sebagai saksi iman